Aku terbangun masih dengan rasa yang sama. Rasa yang masih mengharapkan kamu untuk menutup lubang-lubang hati yang menganga. Aku tahu, harapan itu masih ada. Benar kan, Tuan? Mencintaimu seperti sapaan embun pada pagi hari. Begitu lembut, menyisakan jejak vertikal yang samar pada daun-daun di halaman.
Kuketuk-ketukkan sendok di atas meja bulat berwarna coklat dengan aroma jati yang khas. Beri aku segelas coklat panas. Coklat panas dengan rasa kamu di dalamnya. Mungkin dengan begitu, aku dapat menikmati sedikit saja permainan hatimu. Kusesap perlahan sembari menikmati aroma kamu di dalam cangkirku. Ah, haruskah aku kehilangan aroma yang selalu kurindukan?
Coklat panas rasa kamu, buat hatiku terbuai dalam cinta yang panas membara. Serpihan rindu terus menyapa, diiringi buliran air mata yang turun tiba-tiba.
Coklat panas rasa kamu, hanya tinggal separuh di cangkirku. Aku ingin kamu tahu, hatiku tulus hanya padamu. Aku belum siap kehilangan kamu. Kamu yang menghidupkan hariku. Kamu. Aku. Kita.
Tetes terakhir kusisakan dalam cangkirku. Mungkin nanti, ada tetes-tetes coklat panas lainnya yang akan kembali mengisi cangkirku. Entah itu masih dengan rasa kamu ataukah rasa lainnya yang akan singgah kemudian. Selamat tinggal, Kamu.