Rindu di Pelupuk Senja | Your Favorite Devil's Advocate
poem

Rindu di Pelupuk Senja

Kamis, April 25, 2013

Membuka kisah lama yang pahit bukanlah hal yang biasa kulakukan. Namun entah, kini aku ingin bercengkerama dengan kesedihan. Sejenak saja, sebelum aku menutup mata dan kembali dengan aura yang selalu berpura-pura. Menutupi kesenduan kembali dengan tampak depan yang selalu ceria. Senyum palsu. Selalu.

Pernah kurasakan bagaimana rindu melumat cemburu, suka membalut duka, dan canda menyelimuti air mata.     Indahnya ketika masih dapat bersuka cita bersama orang yang tersayang. Entah, kali ini kurasakan rindu yang sejujurnya telah lama tak kurasakan. Hal konyol yang kembali terjadi pada diriku. Semua kesalahan ini kuserahkan pada diriku sendiri. Aku yang mulai gila karena rasa yang begitu sulit dicerna. 

Aku hampir merasakan mati akan rasa. Berjalan sendiri, hanya dengan sekumpulan awan kelabu yang selalu setia menemaniku menapaki hari yang sendu. Menutup mata dan telinga, mematikan indera agar aku dapat berjalan tanpa merasakan apa-apa. Di sini, hanya ada aku. Aku yang masih dengan bodohnya mengutuk diriku sendiri yang tak dapat menyempurnakan rasa yang kupunya.

Rindu, mengapa harus datang lagi? Bukankah aku telah bebahagia bersama sepi? Lalu mengapa engkau mengusikku lagi? Belum cukupkah?

Aku memaki pada diriku sendiri akan satu hal yang tak pasti.

You Might Also Like

0 komentar

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer