Seseorang akan mengajarimu cara tertawa, cara percaya, cara mengeja
rasa tak bernama
Seketika itu pula jagat raya berhenti bergerak, jiwamu terbakar, ragamu
lebur
Dan dirimu hanya bisa menyerah
Karena kautahu
Kaumenyerah
Pada orang yang tepat
(Fiersa Besari – Konspirasi Alam Semesta)
Aku lupa, kapan kali pertama mendengarkan
lagu ini. Yang pasti, sudah cukup lama. Namun, sebelumnya lagu-lagu Bung Fiersa
hanya kujadikan cabang ketika bosan dengan lagu dari grup-grup indie yang biasa
kudengar. Tidak ada yang istimewa. Sampai suatu ketika, aku merasa memiliki
koneksi lebih dengan lagu ini. Saat di mana aku menemukan aku, dalam wujud yang
lain.
Ada scene kejadian dalam hidupku yang seperti terulang kembali. Alur
yang sama persis dengan perubahan detail di sana-sini. Tentang bagaimana sebuah
hati yang menemukan apa yang dicari.
Saling.
Sejak dulu aku percaya bahwa
hubungan yang baik harus dibangun dengan kesalingan, apa pun itu. Termasuk soal
pertemuan. Untuk kami, yang tidak berniat mencari sama sekali, tetiba
dipertemukan di satu keadaan rumit. Yang pada akhirnya, sebisa mungkin kami
coba lewati. Berhasil atau tidak, lihat saja nanti.
Sejak kuterima voice note darinya yang berisi, “Aku
naksir sama kamu,” hariku benar-benar berubah. Dan, ya, Konspirasi Alam Semesta kami tangguhkan sebagai sounctrack perjalanan kami. Keadaan
tidak melulu menjadi antagonis yang keji. Sebab itu, kami hanya bisa menyerah. Karena
kami tahu, kami menyerah pada orang yang tepat.
Sampai pada saat jemariku
melompat-lompat indah membentuk barisan kata ini, aku masih sulit percaya bahwa
dia ada. Ada sebagai orang yang memiliki begitu banyak kesamaan. Referensi isi
kepala kami berada di satu jalur. Berbagai macam hal tentang dunia bisa sukses
kami bicarakan dengan santai maupun serius. Dari yang ringan hingga berat
sekali pun kami babat tanpa ampun.
Bukan hanya referensi isi kepala,
pun dengan tindakan dan segala macam printilan
kecil penunjang kehidupan. Sapaan Twin
dan Mbar seringkali kami lontarkan.
Menemukan.
Klik.
Berawal dari kesamaan golongan
darah. Kebiasaan-kebiasaan. Referensi bacaan. Pengalaman-pengalaman. Kata-kata
yang dilontarkan. Waktu online yang
bersamaan. Terlalu banyak untuk disebutkan. Hahaha. Sesederhana itu hubungan
kami muncul ke permukaan. Persatuan perempuan feminis dan lelaki humanis. Tanpa
perlu banyak penjelasan, kecocokan telah terlahir tanpa tanggal, bulan, dan
tahun yang tetap. Tanpa perayaan.
Ya, jangan pernah tanyakan satu
hal: tanggal jadian.
Kami tidak memilikinya. Sebab,
kami sama-sama percaya hal demikian tidaklah penting dalam sebuah hubungan. Apalagi
jika hanya untuk sekadar membuat perayaan-perayaan fana. Untuk apa? Momen kami
tetap indah tanpa beban mengingat tanggal. Toh, kami sama-sama mengakui bahwa
kami memiliki hubungan spesial. Sudah cukup jelas dengan demikian, kan?
Lagi-lagi, jarak mempersatukan. Siapa
bilang jarak hanya bisa memisahkan? Sebab, jauh dan dekat bukan lagi perihal
akumulasi kilometer yang terpampang pada penunjuk jalan. Kalau hati tak satu
tujuan, sedekat apa pun akan terasa adanya spasi yang begitu lebar.
Dalam Kado-Gado buatannya,
disebutkan bahwa kami sama-sama bingung menuliskan perihal pertemuan. Begitu
banyak yang meliputi segala hal tentang Soloku dan Jakartanya. Banyak, hal-hal
sederhana yang mungkin bagi orang lain, “Apaan, sih, begitu doang?” Namun di
mata kami, itulah momen-momen berharga yang cukup untuk dinikmati berdua. Dengan
sentuhan cinta. Segala yang sederhana menjadi begitu… luar biasa.
“Aku tidak ingin jauh darimu. Kamu istimewa. Aku sangat senang dengan
kenyataan bahwa kamu ada di sisiku. Untuk terus bersamaku melewati tiap masa
dan kejadian? Waw! Aku menemukan cahaya kehidupanku lagi darimu. Kamu menyelamatkanku.”
– Ilham Bachtiar, Melayarkan Pertemuan,
Maret 2017.
Setelah keseruan menjadi bintang
AADC2 ala-ala di Solo dan menjelma backpacker
ala-ala di Jakarta, kami kembali dipertemukan untuk petualangan selanjutnya. Bulan
lalu, Solo-Jogja-Solo menjadi tujuan. Kami bertiga—aku, Ilham, dan Vega—menghabiskan
banyak waktu untuk perjalanan, makan-makan, dan mengunjungi tempat-tempat yang
menyenangkan.
Aku tidak ingin membagi semuanya,
karena detail pertemuan kami cukup kami yang nikmati. Hanya beberapa, yang
paling berkesan untukku, yang akan kutuliskan di sini.
Dimulai dari… hujan. Perjalananku,
Ilham, dan Vega sempat terhenti karena hujan. Kami memilih untuk berteduh lebih
dulu di depan sebuah toko (gak tau toko apa, ada motor-motoran mini wkwk) dan
duduk sembari menikmati hujan pun dengan segala riuh pinggir jalan. Golongan
darah AB memang seringkali sulit ditebak. Tetiba Ilham mengatakan, “Ujan-ujan ngeneki penake mbukak Telegram.”
Aku hanya cekikikan, dia memang sedang keranjingan dialog DuoCabi dan seringkali
mengatakan kalimat serupa dalam berbagai kesempatan. Namun pada momen tersebut,
dia benar-benar memintaku membuka aplikasi Telegram.
Baiklah. Satu file kuterima darinya. Berjudul
Kado-Gado.
Hujan, pinggir jalan, di sisinya,
dan sekumpulan tulisan romantis plus ngehek
darinya sukses membuat senyumku terkembang dan mataku berkaca-kaca. Lelakiku tampak
begitu kikuk di sana saat aku tetiba tertawa, kurasa jantungnya berdebar lebih
kencang. Terima kasih, Sayang, aku sangat suka. Terima kasih banyak juga sudah
memilih momen yang pas.
Memiliki ketertarikan yang sama
di bidang seni membuat kami seringkali saling memberi info perihal event
terkait yang berlangsung di kota masing-masing. “It’s your lucky trip,” he said. Selepas acara Kampus Fiksi di
Jogja, aku kembali menyambangi kota Solo dan menyempatkan diri melipir ke
sebuah acara pameran seni rupa internasional yang diadakan di Taman Budaya Jawa
Tengah.
Malamku terasa begitu gemerlap
saat memasuki ruangan-ruangan yang penuh dengan karya yang indah. Di depan
gedungnya saja, kami sudah disuguhi tontonan berupa pembuatan mural-mural. Setelahnya,
kami melanjutkan perjalanan menuju tempat favoritku di Solo saat pertama kami
ke sana: Wedhangan Pendopo.
Yap, tempat di mana dia membawaku
pergi dari sekumpulan orang layaknya Rangga yang membawa Cinta pergi dari
teman-temannya sampai pagi di film AADC2. Tempat yang begitu tenang dengan ornamen
antic di dalamnya. Aku langsung jatuh cinta. Dia memang sangat tahu apa yang
aku suka. Walaupun malam itu tidak sesunyi malam sebelumnya, perbincangan kami
tetap saja berjalan dengan menyenangkan. Masih perihal pameran kesenian dan
kelanjutan Disparitas.
Selain hujan di pinggir jalan dan
Kado-Gado, yang paling memenangkan
hati dari perjalanan bulan lalu adalah pantai Goa Watu Lawang. Pertama kali tau
tempat ini dari tulisannya Ilham zaman baheula yang banyak di-copy paste orang.
Lalu pengin ke sana, karena masih sepi. Namun karena cuaca sedang sering hujan,
Ilham bilang jangan ke pantai dulu, bahaya. Aku manut aja. Eh, nyatanya tetap
dibawa ke pantai juga hahaha.
Hari itu pas selesai rangkaian
acara dari Kampus Fiksi, dia menjemputku di asrama bersama Vega. Nah, ini
lucunya. Kami jalan-jalan ke pantai dengan membawa tas besar berisi pakaian dan
perlengkapan lain beserta… sekerdus buku! Dengan jalan yang tidak terdeteksi
oleh Google Maps, kami melewati tanah yang masih banyak bebatuan. Seringkali membuat
Vega hampir oleng, tapi… kegajlukan
itu terasa begitu lucu bagiku. Dan aku tertawa begitu lepas. Padahal dia degdegan di depan.
Sesampainya di sana, Ilham yang
sudah kenal dengan pemilik warung di sana menitipkan barang-barang kami
sehingga kami bisa menikmati pantai yang sepi. Akhirnya bercengkerama dengan
suara ombak lagi! Sejujurnya, ombak pantai selatan pulau Jawa itu menyeramkan. Aselik.
Ganas sekali penambakannya. Enak, mungkin, untuk berselancar kalau gak banyak
bebatuan. Setelah cipak-cipuk sampai setengah pakaian basah, kami duduk di
pinggir pantai menikmati es teh manis dan berbincang.
Yap, berbekal pengalamanku di
Kampus Fiksi dan pengalamannya menonton Mata Najwa, kami membicarakan banyak
hal diiringi semilir angina pantai yang sepi dan suara ombak yang menggema
tiada henti. Mulai dari perihal penulisan, berita hoax, sampai politik. Ilham,
kamu memang partner terbaik.
Detail perjalanan kami biar tetap
jadi misteri. Rinci petualangan kami biarkan tetap kami nikmati sendiri. Uraian
memori kami biar tetap menjadi milik kami. Sebab, suka maupun duka yang kami—atau
siapa pun—tampilkan tetap akan menjadi buruk bagi orang-orang yang tidak
berkehendak. Maka, kami memilih untuk hanya menyajikan suguhan cerita yang ala
kadarnya.
Semesta berkonspirasi, memyatukan Senja dan Purnama pada kidung kasih.
Semesta berkonspirasi, memyatukan Senja dan Purnama pada kidung kasih.
Terima kasih sudah membaca.
Salam sayang,
Pertiwi Yuliana