Beranjak dari masa kini menuju
empat tahun silam di sebuah mushola kecil di Desa Sukamulya, Bogor. Mengenang memang
salah satu kegiatan yang seringkali aku lakukan. Apalagi, untuk hal-hal yang
begitu bermakna dalam perjalanan hidupku hingga sekarang. Untuk kembali
mendapatkan semangat ketika lelah. Untuk kembali menemukan diri saat hilang
arah.
“Jadi, sekarang kalian mau
belajar apa?” tanyaku pada sekumpulan anak kelas tiga sekolah dasar yang duduk
berjajar di salah satu sudut mushola.
“Gak mau belajar, Kak,” jawab
mereka hampir serempak.
“Terus maunya ngapain, dong?”
“Mau gambar, Kak!” seru seorang
anak laki-laki berpipi gembul di barisan depan.
“Gak mau, Kak, mau nyanyi aja,”
jawab anak perempuan berjilbab merah muda di barisan pojok belakang.
Melihat rekannya—yang sebetulnya jurnalis
tapi diminta bantu ngajar karena pengajarnya kurang—kebingungan menghadapi
anak-anak di depannya, Kak Nuryadi datang membantu.
“Yaudah, sini. Yang mau nyanyi
sama Kak Nuryadi, yang mau gambar sama Kak Tiwi.”
Dan anak-anak mulai berhamburan,
memilih yang mana yang lebih mereka suka untuk dilakukan.
***
Kejenuhan sempat menghantamku
dalam urusan belajar. Aku yang sejak kecil menggilai kegiatan belajar tetiba
berhenti melakukan itu saat aku masuk sekolah menengah pertama. Alasannya sederhana,
karena kaget. Yap, kaget karena materi pelajaran yang cukup berbeda dari
sebelumnya. Aku sempat dilanda ketakutan berada di kelas unggulan dengan 39
kepala lain yang berada di sana. Takut tidak terlihat, karena aku masih punya
utang janji untuk berprestasi kepada orangtua.
Namun, kelasku saat itu rupanya
cukup sukses membuatku melupakan kekagetanku dan menepikan ketakutanku. Kelas
7-1 SMPN 255 Jakarta tahun ajaran 2006/2007 memperkenalkanku secara langsung
maupun tidak langsung dengan cara belajar yang baru. Menggandengku menjauh dari
kejenuhan dan mengantarkanku pada keriuhan.
Lha kok keriuhan?
Hahaha. Selama ada di sekolah
dasar, aku selalu suka belajar dalam keheningan. Benar-benar hening. Saat kusedang
belajar di rumah dan ada yang berisik… aku usir keluar rumah. Iya, aku sampai
segitunya. Dan perkenalan baru itu agaknya membuka pikirku untuk lebih menerima
kebisingan. Dengan kelas yang begitu ribut dengan segala kicauan dan
atributnya. Iya, atribut musik selalu ada di dalamnya. Mulai dari gitar sampai
tamtam selalu menghiasi pojok belakang kelas dan selalu menjadi primadona saat
guru mata pelajaran tak kunjung datang.
Yeah, I was born to be brave~ |
Katanya kelas unggulan satu
angkatan, tapi berisiknya tak karuan. Banyak guru yang mengeluh dengan tingkah
yang kami lakukan. Namun jangan salah, prestasi tetap kami dapatkan di
genggaman tangan. Beberapa guru mengaku heran dengan kami yang nakal tapi
pintar. Sama dengan mamaku yang mulai banyak berkomentar.
“Kamu itu belajar apa ngapain?
Mata liat buku, kuping disumpel, mulut nyanyi-nyanyi. Belajar yang bener!”
Kemudian aku… menambahkan volume musik
yang kudengarkan hingga penuh. Ehehe. Jangan ditiru, kecuali kamu bisa kasih
nilai minimal 90 ke mamamu saat ulangan. Sombong
kamu, Tiw! Bodo amat. Silakan kalau mau impersonate.
Awalnya, aku hanya sekadar
menerapkan metode belajar baru yang lebih menyenangkan untuk meminimalisir
kebosanan. Namun ternyata, di kelas dua sekolah menengah pertama aku tau bahwa
cara belajar yang kuterapkan selama kurang lebih satu tahun saat itu adalah
tepat. Sebab, pemanfaatan musik dalam proses belajar ternyata dapat
menyeimbangkan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Sehingga, bisa
memberikan hasil yang lebih baik bagi pembelajar.
Percaya atau tidak?
Aku, sih, yes. Sebab musik mengubah perasaan negatif yang melekat dengan kata
“belajar” menjadi sugesti positif. Jika asumsi-asumni negatif yang timbul tak
tergantikan dengan asumsi positif bahwa belajar itu menyenangkan, maka proses
belajar mengajar tidak akan berjalan dengan lancar. Dengan demikian, musik punya
andil yang sangat besar.
Masih bisa disebut seimbang, gak? |
Kecintaan terhadap musik terus
berlangsung hingga sekarang. Bukan hal yang mengherankan jika setiap gawai yang
kugunakan akan dipenuhi dengan lagu-lagu kesukaan. Terutama, telepon genggam. Sebab,
gawai itulah yang harus selalu ada di mana pun aku berada. Tidak boleh
ketinggalan. Aku bisa mati kutu tanpa telepon genggam di tangan.
Tadinya, aku suka sekali mengunduh
banyak lagu untuk kumasukkan dalam gawaiku. Aku tipe pendengar berbagai jenis musik,
dari yang instrumental sampai yang jedag-jedug,
sesuai keadaan hati dan kegunaan musik itu sendiri. Aku suka mendengar suara saxophone untuk belajar. Aku suka
instrumental piano sebagai pengantar lelap. Aku suka musik akustik dalam banyak
keadaan. Kalau untuk aliran, musik indie yang selalu kumenangkan.
Namun, mengunduh banyak lagu
memakan memori yang besar pada gawaiku. Sangat besar, bahkan. Sedangkan, aku
pun membutuhkan gawai untuk keperluan lain. Alhasil, jika sedang butuh sekali menyangkut
keperluan lain, aku harus merelakan lagu-lagu dalam gawaiku untuk kuhapus. Hhh.
Menyedihkan sekali. Tapi hal itu tidak lagi kulakukan setelah aku mengunduh
aplikasi Langit Musik di telepon
genggamku.
Apa itu Langit Musik?
Sebetulnya, dulu aku sudah sempat
membahas soal Langit Musik di blog ini. Namun, itu yang versi lama. Nah, layanan musik dari Telkomsel yang bekerja
sama dengan PT MelOn Indonesia untuk menawarkan cara baru untuk streaming dan mengunduh lagu secara
legal ini sekarang mengalami banyak pembaruan. Jika membandingkan versi
lama Langit Musik dengan yang sekarang, aku akan lebih memilih yang
sekarang. Jelas. Mulai dari tampilan sampai fitur yang disuguhkan jauh lebih
mengesankan.
Tengok dari tampilan, ya. Karena kusedang
keranjingan dengan dunia desain, aku lihat logonya terlebih dahulu. Bentuk dari
logo baru Langit Musik terlihat lebih sederhana, tapi tampak lebih elegan dan
bermakna. Pemilihan warna untuk logo dan aplikasinya pun lebih apik. Dominasi
warna ungu dan navy dengan sedikit warna magenta membuat baju baru Langit Musik begitu cantik. Sebagai pencinta warna gelap,
mataku sangat berbinar-binar mendapati wajah baru ini. Tampak lebih
berkarakter. Dan deep. Mengesankan
bahwa musik dapat menyentuh titik terdalam dari masing-masing orang.
Masuk ke soal pilihan layanan di
dalamnya, ya. Pembaruan dari Langit Musik kini mengizinkan kita untuk menikmati
banyak lagu hingga selesai tanpa berlangganan. Beda dengan versi sebelumnya. Nah,
awalnya aku mikir, “Terus bedanya apa, dong, berlangganan sama enggak?” Setelah
sekian lama pakai layanan freemium,
alias gratisan, aku jadi tau bedanya.
Nah, setelah lihat perbedaan di
atas, kamu pilih yang mana?
Untuk lebih bebas menikmati enam
juta lagu lokal dan internasional yang disediakan oleh aplikasi Langit Musik,
jelas enakan pakai yang premium. Untuk
berlangganan premium pun gak mahal kok, hanya Rp6.600/minggu atau Rp22.000/bulan. Angka yang worth jika dibandingkan dengan layanan yang bisa didapatkan. Cara
langganannya pun sangat mudah. Kalau sudah unduh aplikasi Langit Musik di smartphone—untuk Android dan Blackberry—dan
daftar menggunakan nomor Telkomsel, bisa
langsung SMS dengan format:
REG NEWLM kirim ke 96161
Dan voila! Aplikasi Langit Musik siap menemani hari-harimu dengan
jutaan lagu yang variatif. Nikmat Tuhan mana lagi yang mau kamu dustakan?
Baiknya lagi, provider kesayanganku sejak zaman
kumasih pakai seragam putih-merah ini mempersilakan pelanggannya untuk
menikmati layanan ini tanpa memotong data kuota internet. Mau freemium ataupun
premium sama saja, asalkan paket data yang digunakan masih dalam jaringan
Telkomsel. Selain itu, tetap dikenakan biaya untuk streaming dan download.
Jika (lagi-lagi) dibandingkan
dengan versi lamanya, pilihan menu untuk penyajian fitur-fitur Langit Musik
sekarang lebih sedikit. Kurasa, penyederhanaan macam ini sangat tepat
dilakukan. Bukan berarti fiturnya berkurang, ya, hanya pilihan menunya yang
disederhanakan. Karena kuantitas tak melulu berbanding lurus dengan kualitas. Yha, Tiw, yha.
Baiklah, kumau coba bahas
satu-satu, ya.
Explore
Pada menu ini, Langit Musik
memberikan kita rekomendasi musik yang mungkin bisa masuk ke dalam playlist. Ada dua submenu di dalamnya,
yaitu For You dan Browse. Di submenu For You, kita akan menemukan lagu-lagu yang setipe dengan lagu yang
seringkali kita dengarkan. Bisa jadi dari genre yang sama atau penyanyi yang
sama. Nah, kalau di submenu Browse,
kita bisa mendapatkan lagu-lagu lainnya. Ada list lagu New Release, lagu-lagu yang menjadi Top Hits, lagu dari Trending
Artist, ataupun lagu sesuai dengan Moods
dan Genres. Entah kenapa aku suka
mendengarkan lagu di list Gloomy
dalam Moods hahahak.
Tag Station
Ini masih turunan dari menu
Explore juga, sih, sepertinya. Di menu Tag Station ini kita akan disuguhkan
berbagai macam lagu berdasarkan aliran atau suasana hati tertentu. Tag-nya
cukup banyak, jadi pilihan musiknya pun juga banyak. Ada #bahagia, #surprise,
#classics, #sadness, #peaceandjoy, #cintaindonesia, dan lain sebagainya. Gak akan
bosan dengar lagu yang itu-itu aja pokoknya.
Trending
Nah, menu yang satu ini merupakan
gebrakan besar dari Langit Musik bagiku. Pada versi lamanya, belum ada menu Trending. Di aplikasi Langit Musik yang
sekarang, kita bisa mengetahui lagu apa yang sedang banyak didengarkan di
tempat lain. Dengan demikian, kita bisa ngintip
orang-orang di kota lain dominannya memiliki selera musik seperti apa. Seru,
deh!
My Music
Di menu yang satu ini, kita bisa
mengetahui lagu apa saja yang kita simpan, lagu apa yang baru saja kita
dengarkan, dan lagu apa yang paling sering kita dengarkan. Jadi, menu ini
semacam data statistik kegiatan kita di dalam aplikasi Langit Musik. Menyenangkan
sekali, seperti punya asisten pribadi yang siap mencatat apa yang kita lakukan
sehari-hari. Eh gimana, Tiw?
Notification
Kalau yang ini, kita bisa melihat
update dari teman-teman maupun
artis-artis yang kita ikuti. Untuk lebih mudah mengetahui siapa saja teman kita yang menggunakan Langit Musik, tersedia fitur Linked Account. Jadi, kita bisa mengoneksikan akun Langit Musik dengan akun media sosial yang kita punya, seperti Facebook dan Twitter. Dari situ akan terlihat siapa saja yang menggunakan Langit Musik, bisa saling follow deh. Selain itu, kita juga bisa mendapatkan informasi
promo yang diberikan oleh Langit Musik dalam menu ini.
Tuh, kan. Banyak banget fitur
menariknya! Aplikasi Langit Musik dengan pembaruannya yang sekarang membuat
kegiatan mendengarkan musik bukan lagi sekadar kebutuhan, tapi jauh lebih asyik
dan menyenangkan. Kita bisa langsung mencari lagu yang ingin kita dengarkan juga di kotak Search, tinggal masukkan judul lagu atau penyanyinya saja.
Tak ada gading yang tak retak. Langit
Musik pun demikian. Walaupun sudah banyak diperbarui dengan fitur-fitur yang jauh
lebih oke dari versi sebelumnya, bagiku aplikasi ini masih perlu tambahan
perbaikan. Yang pertama, soal lirik. Kumenemukan beberapa lagu yang liriknya
agak ngaco. Tidak terlalu fatal, memang, tapi kurasa bisa mengganggu kegiatan
karaoke yang menyenangkan. Kedua, ini yang sangat aku sayangkan dari aplikasi
Langit Musik, kurangnya musik indie. Sudah kusebutkan sebelumnya bahwa aku
sangat menyukai musik indie, tapi hanya sedikit yang bisa kutemukan di Langit
Musik. Bahkan lagu-lagu Efek Rumah Kaca sebagai band kesukaanku pun tidak
terdaftar. Untungnya masih ada Barasuara, sih. Semoga ke depannya bisa ditambah
perbendaharaan lagunya.
Aku membayangkan seandainya zaman
masih sekolah dulu sudah ada aplikasi Langit Musik, pasti lebih menyenangkan lagi.
Kegiatan belajar bisa jauh lebih mengasyikkan dengan stock lagu yang tidak kekurangan. Waktu yang biasa kugunakan untuk
mencari dan mengunduh lagu sebagai teman belajar bisa diminimalisir dengan
mudah. Soalnya, kalau pakai Langit Musik kan tinggal streaming aja. Enak ya jadi anak zaman sekarang….
Eh, kok berasa tua gini, ya? =(
Musik membuat hidupku lebih
seimbang dan berkembang, ayuk ikut unduh Langit Musik sekarang!
Salam sayang,
Pertiwi Yuliana