Semerah Mawar Putih | Your Favorite Devil's Advocate
cerpen

Semerah Mawar Putih

Jumat, Januari 30, 2015



Ini adalah hari ke-365 dari kita. Walaupun belum juga kita bergandengan dengan jumpa,  tapi kamu tetap saja menantiku tanpa lelah. Dan kali ini, aku ingin sekali menatap matamu dalam nyata. Sayang, tengah malam nanti akan kita rayakan bersama hari kita. Aku sudah membayangkan bagaimana hangatnya jemariku yang tak lagi bercelah, terisi olehmu dengan sempurna. Sudah pula kubayangkan bagaimana senyum manismu yang biasa kutatap lewat layar smartphone-ku terpampang nyata indahnya.

Sedaritadi—seperti biasa—kamu sibuk mengirimkan pesan-pesan romantis untuk hari jadi ini. Maaf, Sayang, responku agak lambat. Aku sedang dalam perjalanan menuju kotamu di sana. Kuharap,  aku bisa sampai tepat tengah malam tanpa tersasar. Ah, sudah banyak kulihat  di layar kaca tentang keadaan kotamu yang semrawut itu. Kuharap pula, semesta mengamini niatku menemuimu tanpa menghadapkanku pada kemacetan yang selalu digembar-gemborkan orang-orang di sana.


“Woy, jalan!”

“Buruan, Pak! Telat, nih!”

“Lelet banget, sih!”

Sayang, sebagai pusat pemerintahan, kota ini sungguhlah besar. Namun sayang, banyak dari mereka yang tidak menjaga lisan dengan benar. Dan pada kenyataannya, memang, pendidikan yang tinggi bukanlah sebuah ukuran yang pasti untuk sebuah akreditasi diri. Sayang sekali, padahal mereka mempunyai potensi untuk jauh lebih baik dari ini.

Hijau.

Kebut-kebut sepertinya memang sudah biasa di kotamu ya, Sayang? Padahal masih pagi, tapi emosi sudah meraja di tiap sisi. Jalan dan kemacetan di sini membuat orang-orang semakin liar. Sebagai pendatang yang baru pertama menjamah kota ini, sepertinya aku harus jauh lebih hati-hati.

Berkali aku berhenti, bertanya sana-sini. Bermodalkan alamat yang tercantum pada selembar surat darimu beberapa waktu lalu. Putaran jarum jam di  pergelangan tangan kiriku terus melaju dan aku semakin ragu akan temu. Maaf, Sayang, aku sedikit abaikan pesanmu. Maaf, kujawab sekadar yang kumampu. Kuingin kamu tahu aku sungguh mencintaimu. Aku harus bisa sampai tepat waktu di rumahmu.

Pukul 21.35

Kata bapak di pom bensin tadi, kalau ada tikungan setelah ini, aku harus belok kiri. Tampaknya sudah tak terlampau jauh dari sini. Ah, aku sudah tak sabar! Tatapmu pasti candu yang akan selalu membuat kurindu. Kulaju sepeda motorku dengan hati senang, tikungan itu sudah ada di depan mata. Sampai jumpa, Sayang!

***

Ini adalah hari ke-365 dari kami. Walaupun belum juga bergandengan dengan jumpa,  tapi aku tetap menantinya tanpa lelah. Seandainya saja, aku bisa menatap matanya dalam nyata dan merayakan bersama hari jadi kami ini. Aku membayangkan bagaimana hangatnya jemariku yang tak lagi bercelah, terisi olehnya dengan sempurna. Sudah pula kubayangkan bagaimana dekapnya bisa kurasa benar adanya, bukan hanya sekadar emotikon semata.

Hari ini sepertinya dia sibuk sekali, pesanku berkali hanya sekadar dibaca tanpa balasan. Sungguh, aku sedih. Hanya saja, aku tak ingin merusak hari ini dengan air mata yang belum jelas masalahnya. Hampir tengah malam, aku masih menunggunya membalas pesan-pesanku. Kunyalakan televisi sembari menanti, ah lagi-lagi berita basi. Kota ini terlalu banyak menjadi sorotan borok negeri. Kali ini, kecelakaan lalu lintas lagi. 

Handphone-ku berbunyi! Pesan darinya, akhirnya.

“Aku di depan rumah kamu, keluar ya.”

Apa? Senyumku mengembang dengan indahnya. Kubuka tirai jendela kamarku di lantai dua, ada sosoknya yang tersenyum tipis di luar sana. Itu dia! Dengan segera kutatap pantulanaku di cermin itu, memastikan tengah malam masih membuatku layak tampak cantik untuk kekasih hatiku. Kutemui dia dengan lutut yang sesungguhnya bergetar-getar tak menentu. Ini kali pertama kami bertemu!

“K-kamu kok tau-tau di sini?” langsung saja kubuka pembicaraan, sialnya tak dapat kusembunyikan gugup yang kurasakan.

“Untuk kamu, Sayang,” katanya.

Setangkai mawar putih yang masih segar. Untukku, katanya. Ah, romantisnya! Langsung saja kuhamburkan pelukku untuknya. Hm… sepertinya dia terlalu lama di jalan, terkena angin malam. Agak dingin.

“Masuk dulu, yuk!” kugandeng tangannya, hendak mengajaknya masuk ke dalam rumah.

“Gak usah, aku harus pulang.”

“Kok cepet banget?”

“Tujuan utamaku, kan, ngasih kejutan itu ke kamu,” jawabnya sembari menunjuk mawar putih di tanganku dengan dagunya.

“Terima kasih, ya. Aku senang!”

“Apa pun, Sayang.”

Kali ini, dia mengecup dahiku. Aku hanyut.Tapi tetap harus melepasnya kembali pergi.

“Selamat tinggal,” katanya setelah siap dengan posisi di atas sepeda motornya.

“Sampai jumpa lagi, Sayang,” ralatku.

“Selamat tinggal,” katanya lagi.

“Ah, kamu. Emang gak mau ketemu aku lagi?”

Hanya senyum tipisnya yang menjadi jawaban sebelum dia melaju meninggalkanku yang masih terpaku dengan hangat yang tiba-tiba datang itu.

***

Pukul 01.47

Gadis itu masih saja tersenyum mengingat beberapa waktu lalu lelakinya datang dengan keindahan yang tak dapat dinafikan. Mawar putih itu masih saja dipeluknya erat. Sepertinya, malam ini—atau pagi ini—ia akan tidur nyenyak. Pun masih ada pula sisa-sisa kecup di dahinya yang mungkin takkan hilang hingga pertemuan kembali datang.

“… kecelakaan yang terjadi sekitar empat jam lalu ini menimbulkan korban jiwa, seorang pengendara sepeda motor yang diketahui identitasnya dengan nama Rayhan Al-Faruq ….”

Kontan saja gadis itu menoleh ke arah televisi, tak asing dengan nama yang disebut reporter tadi.

“Jaket itu, motor itu, potongan rambut itu… mawar itu? RAY!” gadis itu berteriak sejadi-jadinya, menangis sekuat-kuatnya.

Dan di atas ranjang, mawar putihnya bersimbah darah.


***

Asyik juga main #memfiksikan bareng teman-teman blogger lainnya, kali ini udah sampe minggu kedua hahaha temanya MACET. Happy reading, Gengs!




Salam fiksi,




Pertiwi

You Might Also Like

18 komentar

  1. Woooahhh. Kereennn. Btw, banyak typo ya? Apa memang begitu diksinya? Bias memang sengaja ditulis? Atau maksudnya bisa? :/
    Ceritanya itu hantu gitu yak yang ngasih, terus harus pergi buru-buru? Haha pernah baca twist begini juga sebelumnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Yog!
      Iya, banyak typo, nanti benerinnya kalo on di PC, deh. Fuh.

      He-eh, dia cuma mau nuntasin niatnya ngasih mawar itu ke pacarnya :')

      Hapus
  2. bagus banget nulisnya :)
    cukup mengharukan iya, tapi sama kayak yoga, saya kayaknya pernah baca dimana gitu..
    mungkin di twitter kisah horror. endingnya dia ngasih bunga terus minta di doain kalau nggak salah..

    BalasHapus
  3. Keren,,, sedih yah, aku udah ngira itu hantu... hihihi
    @rin_mizsipoel

    BalasHapus
  4. Aku ngiranya dia kecelakaan setelah ngasih bunga, eh ternyata itu arwahnya? Bagus ceritanya:))

    BalasHapus
  5. Huaaaaaa.. Kenapa sih endingnya mesti mati, Tiiiiiw! Aku sediiiih.. Aku ngga terimaaaa.. :'(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku paham. Pejuang LDR pasti lebih jleb-jleb kalau baca ini. *eh :p

      Hapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer