Saya merupakan makhluk introvert akut yang seringkali lebih suka duduk sendiri di sudut ruangan daripada bergabung dengan kerumunan orang di tempat yang sama. Mengenal orang baru secara langsung akan terasa begitu sulit untuk saya. Sebab, saya lebih terbiasa membaca karakter seseorang lewat tulisannya. Dan dari situlah saya bisa mendapatkan solusi untuk bersikap di hadapannya. Kebanyakan nganalisis novel efeknya begini, nih. Wahaha.
Namun, lain halnya jika perkenalan itu terjadi di antara saya dengan hal-hal yang menyangkut kesenian. Entah. Mungkin karena sejak kecil saya sudah begitu suka dan akrab dengan berbagai macam hal yang menyangkut gambar, kerajinan tangan, tari, pun musik. Berkenalan dengan hal-hal tersebut selalu sukses membuat saya sumringah dengan mata yang berbinar-binar. Rasanya seperti menemukan potongan puzzle dari nyawa yang tercecer di sepanjang jalan kehidupan.
Sebelumnya, terima kasih kepada semua orang yang selalu mendukung apa pun yang saya lakukan. Saya tau, pilihan yang saya ambil seringkali cukup gila bagi orang normal. Namun, menyenangkan sekali rasanya mendapati kegilaan saya didukung sepenuhnya oleh orang-orang yang percaya bahwa saya bisa mencapai apa yang saya inginkan dengan cara saya. Mungkin tidak banyak, tapi sedikit yang berkualitas itu selalu membuat saya lebih kuat. Saya sayang kalian.
Gambar.
Siapa yang semasa sekolah dasar suka menggambar pemandangan sawah di kaki gunung? Sama, saya juga. Ternyata bukan hanya pakaian sekolah yang seragam, tapi gambar pemandangan pun bisa jadi seragam. Luar biasa kekompakan anak-anak Indonesia. Maka dari itu, jangan gampang berantem, ya. Malu, ah, sama dedek-dedek yang masih pakai seragam putih-merah.
Kelas enam sekolah dasar adalah waktu yang begitu ajaib bagi hidup saya. Waktu di mana saya mulai mengenal siapa saya, apa yang saya inginkan, dan merencanakan hidup yang lebih matang. Salah satu hal yang saya temukan—selain keinginan menjadi penulis—adalah minat di bidang fashion design. Mungkin akan jadi hal yang cukup lucu bagi mereka yang baru mengenal saya, sebab saya tampak begitu urakan untuk jadi seorang fashion designer.
Maka itu, keinginan itu pun sempat terpinggirkan. Hidup saya, mimpi saya, sepenuhnya saya arahkan ke dunia sastra. Jadi, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada BloggerCrony karena membantu saya menguak lebih dalam mimpi yang pernah saya kubur dalam-dalam. Tetaplah menjadi komunitas yang begitu mengenal anggotanya. Membahagiakan dan membantu orang-orang seperti saya untuk lebih dekat dengan minatnya. Nulis kalimat begini aja mewek, dah. Katanya sangar? Hhh.
Putih-biru, tiga tahun hidup saya penuh dengan tugas saya (dan teman-teman di kelas) untuk menjahit dari pelajaran tata busana. Membuat berbagai macam pola dan jahitan hingga jadi pakaian utuh ternyata lebih mengasyikkan prosesnya dari sekadar menggambar. Pelajaran menjahit sebetulnya sudah saya dapatkan sejak sekolah dasar, dari ibu saya sendiri yang seorang penjahit. Hanya aplikasinya baru rutin saya lakukan di putih-biru. Salah satu hasil karya tangan saya, kata guru tata busana saya, dibawanya mengikuti pameran. Pamerannya bagaimana dan di mana juga saya gak nanya. Iya, iya aja taunya mah. Namanya juga bocah.
Sekarang? Apa masih suka menggambar?
Ya jelas. Saya pernah merasa salah jurusan gegara ke kampus selalu bawa sketchbook. Mahasiswa sastra apa bukan, sih? Ilmu seni rupa dan fotografi yang didapat semasa putih-abu, pun masuk ke fakultas bahasa dan seni di bangku kuliah masih membawa saya di jalur yang sama: seni. Btw, kalau ada yang mau pesan gambar, bisa kontak Instagram saya, ya. Eh.
And lucky me, BloggerCrony membawa saya pada kombinasi perkenalan yang pernah saya impikan. Berhadapan dengan seorang fashion designer ternama dan mendapat pelajaran langsung darinya. Singkat, sih, tapi begitu berarti untuk saya. bersama Kak Ririn Rinura, acara ngobrolin fashion design sambil ngopi dan ngeteh tjantique pun terlaksana dengan baik pada sore hari di tanggal 30 Oktober 2017 lalu.
Di balik karyanya yang glamour dengan segmen pasar sosialita dan public figure ini ternyata beliau lebih menyukai pakaian hitam-putih untuk keseharian. Sama. Perempuan berambut bondol lulusan sekolah mode di Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budiharjo ini sebetulnya memiliki basic pendidikan ekonomi. Namun passion-nya yang tinggi di bidang fashion-lah yang membawanya sampai ke titik keberadaannya sekarang.
Kombinasi dari ekonomi dan fashion itu melebur dalam diri Ririn Rinura untuk mengkhususnya dirinya terjun ke bidang bisnis fashion. Melalui sekolah yang baru dibukanya, Rinura School of Design,