Ini adalah penampilan dari para juri Festival Musikalisasi Sastra Indonesia (Falsindo) yang keempat pada 7 Januari 2014 lalu. Sangat apik dan menarik dengan perpaduan berbagai alat musik.
- Pembaca puisi : Kak Mussab
- Pemain jimbe : Kak Oji
- Pemain gitar + backing vocal : Kak Ijul
- Pemegang alat musik bambu (entah apa namanya) + vocal : Kak Dina
Aku terbangun masih dengan rasa yang sama. Rasa yang masih mengharapkan kamu untuk menutup lubang-lubang hati yang menganga. Aku tahu, harapan itu masih ada. Benar kan, Tuan? Mencintaimu seperti sapaan embun pada pagi hari. Begitu lembut, menyisakan jejak vertikal yang samar pada daun-daun di halaman.
Kuketuk-ketukkan sendok di atas meja bulat berwarna coklat dengan aroma jati yang khas. Beri aku segelas coklat panas. Coklat panas dengan rasa kamu di dalamnya. Mungkin dengan begitu, aku dapat menikmati sedikit saja permainan hatimu. Kusesap perlahan sembari menikmati aroma kamu di dalam cangkirku. Ah, haruskah aku kehilangan aroma yang selalu kurindukan?
Coklat panas rasa kamu, buat hatiku terbuai dalam cinta yang panas membara. Serpihan rindu terus menyapa, diiringi buliran air mata yang turun tiba-tiba.
Coklat panas rasa kamu, hanya tinggal separuh di cangkirku. Aku ingin kamu tahu, hatiku tulus hanya padamu. Aku belum siap kehilangan kamu. Kamu yang menghidupkan hariku. Kamu. Aku. Kita.
Tetes terakhir kusisakan dalam cangkirku. Mungkin nanti, ada tetes-tetes coklat panas lainnya yang akan kembali mengisi cangkirku. Entah itu masih dengan rasa kamu ataukah rasa lainnya yang akan singgah kemudian. Selamat tinggal, Kamu.
Bukan tanpa maksud Anda berkata
Mencintai cinta, mencintai mereka
Kita berpijak pada tanah yang sama
Dari segi mana kita berbeda?
Hanya Tuhan yang tahu segalanya
Tentang iman semasa hidupnya, tentang kasih pada masanya bernyawa
Bukan kita atau mereka, hanya Dia yang maha di atas dunia
Kemudian segelintir orang membuat kotak dalam hidupnya
Memberi jeda pada mereka yang dianggap berbeda
Memandang kehidupan sebelah mata, dari sudut yang seolah paling sempurna
Merasa berkuasa atas segalanya, menggenggam dusta yang semakin menggila
Kita satu dalam pijakan tanah yang sama
Kita satu dalam hirupan udara yang sama
Kita satu dalam sumber air yang sama
Siapa kita?
Kumandangkanlah, "INDONESIA!"
Kuhentikan waktu, kuputar mundur, dan di sinilah aku.....
Lima tahun tiga belas hari sebelum hari kelahiranku, dunia semakin semarak karena kehadiran satu lagi suara merdu. Aku berada di situ, di sudut ruangan bernuansa putih yang sedang haru.
Kukembalikan waktu, bersama keadaan yang masih tampak biasa.....