The Power of Writing | Your Favorite Devil's Advocate
personal

The Power of Writing

Minggu, September 30, 2018

The Power of Writing

Menulis. 

Entah mengapa kegiatan satu ini menjadi hal yang sangat menyenangkan bagi saya sejak saya duduk di kelas enam sekolah dasar. Ada keresahan-keresahan yang bisa saya luapkan. Ada keinginan-keinginan mustahil yang bisa saya wujudkan. Ada kesenangan hidup yang bisa saya dapatkan. Dan, mungkin, selalu ada obat yang dapat menyembuhkan. 

Awalnya, fiksi membuat saya jatuh cinta setengah mati. Karena dengannya, saya bisa menciptakan dunia yang saya ingin. Namun setelahnya, saya mengenal nonfiksi lebih dekat lagi. Dan, ah, saya merasa begitu kecil. Begitu bukan apa-apa sebagai pembanding. Hingga kemudian, saya mulai berusaha untuk lebih dekat dengan para pemikir. 

Ada proses panjang yang saya lewati untuk membentuk pribadi saya yang sekarang ini. Banyak hal yang terjadi. Dan, semuanya karena saya menulis. Sungguh, saya ingin berterimakasih kepada penemu aksara di dunia ini. Sebab berkatnya, hidup saya menjadi lebih menyenangkan dari hari ke hari. 

Namun, proses panjang yang saya jalani tersebut ternyata membuat saya berbeda dari kebanyakan orang yang saya temui. Tidak, saya tidak sedih dengan perbedaan yang saya miliki. Saya tetap berbahagia menjadi diri saya sendiri, karena saya hampir selalu punya sudut pandang lain yang mungkin kebanyakan orang tidak miliki. 

Mempelajari sastra Indonesia, buat saya, adalah sebuah anugerah. Sebab karenanya, saya menemukan katalis untuk menjadi saya yang sekarang. Banyak orang di ambang batas waras yang saya kenal. Dan, mereka sungguh mengagumkan. Berada di tengah mereka, saya bisa menjadi saya yang sebenar-benarnya. 

Persoalan-persoalan pelik dibicarakan dengan begitu santai. Polemik diulas sambil berhahahihi. Perbedaan yang begitu akrab bisa bertransformasi menjadi kenyataan yang memesona. Hanya dengan menghargai satu sama lain. Terima kasih secara khusus untuk Komunitas Bengkel Sastra. 

Saya masih ingat dengan jelas pesan pertama yang begitu penting bagi saya ketika saya masuk di dalam lingkaran tersebut, “Lo pada jadi orang jangan gampang tersinggung. Indonesia banyak ribut gara-gara orang-orangnya gampang tersinggung. Cuma karena kata-kata, pertumpahan darah di mana-mana. Di sini (Bengsas) orang-orangnya suka ngomong kasar, tapi itu buat ngelatih lo semua biar kuat mental.” 

Walaupun yang bilang begitu sudah bukan bagian dari komunitas itu lagi, tapi saya begitu percaya dengan apa yang saat itu dibicarakannya. Dan, sedikit demi sedikit, saya bisa mengurangi kebaperan yang dulunya seringkali meraja. Belajar itu masih menjadi hal yang menyenangkan. Sampai sekarang, dan entah kapan. 

Di tempat yang lain, mungkin, mereka yang kenal dengan saya sudah paham betul bagaimana cara saya melihat dan berpikir. Kata-kata seperti… 

“Gila lo, Tiw!” 

“Jangan nekat anjir!” 

“Dasar pemberontak.” 

Dan lain sebagainya sudah begitu akrab di dalam percakapan kami. Berbeda, bukan berarti harus bermusuhan, kan? Saya tetap berteman dengan orang-orang yang selalu peduli pada saya agar saya tidak mendapatkan kesusahan. Walaupun, tentu saja, saya tetap menjadi diri saya yang… begitulah. 

Sampai sekitar semingguan yang lalu, ada seorang teman lama bertanya kabar ketika sedang berkirim pesan WhatsApp yang saya jawab dengan, “Baik, tapi lagi diserang netizen hahaha.” 

Dan dijawab, “Ini bukan hal yang baru, tidak mengagetkan.” 

Sial. Hahaha. 

Lagi-lagi karena menulis. Menulis membuat saya harus menghadapi orang-orang yang merisak kritikan saya terhadap sebuah karya yang digilai pasar. Sebuah karya yang begitu dipuja di mana-mana. Namun merupakan sebuah karya yang, maaf, di mata saya semestinya bisa tampil lebih baik dari yang ada. Setidaknya, setidaknya, ditulis dengan lebih rapi agar enak dibaca. 

Namun, saya juga ingin berterimakasih. Sebab, karena karya-karya semacam itu, masyarakat kita jadi semakin mempunyai hasrat untuk membaca. Ya, selalu ada hal pofitif yang bisa disyukuri dari setiap kejadian. Semoga hal positif yang ditimbulkannya bisa terus berkembang. Sehingga, negara kita bisa lebih maju cara berpikirnya. 

Kemudian, bagaimana dengan saya yang dihujani sumpah serapah? Ah, sudah biasa. 









Tabik! 





Pertiwi

You Might Also Like

1 komentar

  1. Wuii.. Ngomongin kritik atas Dilan yaa? Keren itu bener-bener viral. Cobain kritik yang lain-lain. Kalau perlu kirim tulisan ke cinemapoetica hahahaha.

    BalasHapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer