Rindu Itu Penyakit! | Your Favorite Devil's Advocate
article

Rindu Itu Penyakit!

Rabu, Agustus 03, 2016

Rindu Itu Penyakit!
Original image source: jamesonwilds.wordpress.com

“Kapan aku jadi orang yang dirindukan?”
“Kalau sudah ketemu aku, nanti kurindukan terus. Mau?”
“Enggak, ah. Aku gak mau jadi penyakit bagi seseorang.”

***

Sebelumnya, aku pernah menulis perihal ini. Tetapi, karena peran seseorang yang sangat tidak bertanggungjawab, post blog tersebut dihapus seenaknya. Luar biasa! Terima kasih, ya, sudah membuatku kehilangan beberapa tulisanku. Sungguh kekaguman yang luar biasa dariku untuk orang yang begitu tidak sopan sepertimu.

Kali ini, akan ada perubahan dari tulisan sebelumnya. Tetap, ya, terima kasih untuk Kak erDidik atas obrolan yang sangat mencerahkan hati dan pikiranku saat itu. Terima kasih juga atas permintaan surat cintanya di DM Twitter setahun yang lalu, yang sempat membuatku rutin mengirimkan surat cinta di blog ini setiap hari Rabu untuk orang-orang yang ada di sekitarku. Mungkin, surat cinta tersebut akan mulai kukirimkan lagi setelah adanya post ini.

Baca juga >> Surat Cinta: Untuk Pena Berjalan

Memiliki mereka yang selalu bersedia disibukkan dengan diskusi absurd mengenai hal-hal yang tidak biasa dipandang orang banyak adalah sesuatu yang menyenangkan. Sepertiku memiliki pengganti sosok kakak seperti Kak Er. Pencinta kopi pertama yang kukenal lewat sebuah komunitas perpuisian yang kubuat ini pun jauh lebih banyak mengenalkan aku ke dunia sastra daripada saat aku duduk di bangku perkuliahan. Hebat!

Baiklah. Seperti dalam kutipan percapakan yang telah membuka tulisan ini, satu yang ingin kubahas adalah perihal RINDU.

Bukan sedikit orang yang berbangga hati ketika mengetahui bahwa dirinya adalah orang yang dirindukan oleh orang lain. Bukan sedikit orang yang berbahagia mengetahui bahwa dirinya selalu menjadi yang ditunggu. Namun di suatu senja setahun yang lalu, sebuah pesan masuk membawaku pada kesadaran baru perihal rindu.

Rindu itu PENYAKIT. Saat itu, aku sempat mati rasa karena rindu yang tak juga menemukan jumpa. Dan ketika itu pula, kubaru menyadari perihal sakitnya merindu seseorang. Lalu, seketika aku sangat tertohok. Kenapa harus bangga, ya, kalau hanya membuat sakit yang lama-lama bisa jadi borok? Goblok! Hahaha.

Banyak yang merasa, dialah obat dari rindu yang diderita. Padahal, ialah sebab penyakit rindu itu datang juga. Bagaimana bisa tak juga sadar? Ya, karena tak mau buka mata. Agaknya cukup mengenaskan mengetahui ketertutupan yang ternyata telah lama kita pelihara. Maka, mari perluas isi kepala.

Bukan hanya sebagai penyakit hati, rindu juga dapat menyakiti jasmani. Untuk mereka yang belum cukup tangguh untuk menahan rasa yang membuncah di dalam hati, semua itu seringkali akan keluar secara barbar melalui fisik. Jatuh sakit. Dan orang bodoh mana yang sanggup menerima bahwa dia, secara harfiah, membuat orang yang dia sayangi—dan juga menyayanginya—jatuh sakit?

Lalu, apakah kita—sebagai manusia yang semestinya menjadi pemenang—harus kalah dengan persoalan rindu ini? Membuat orang yang dirindukan merasa tak enak hati dan membuat diri sendiri layaknya zombie? Semestinya, tidak! Maka itu, kita perlu bijak mengatasi tiap masalah, termasuk soal kerinduan. Berikut adalah beberapa cara yang, mungkin, dapat membantu kita untuk lebih arif dalam merindu dan dirindu:
  • Menyibukkan Diri

Hal pertama yang terlintas pada benak hampir setiap orang untuk mengatasi hal-hal seperti ini adalah dengan berusaha sesibuk mungkin. Tujuannya? Agar pikirannya tidak melulu terfokus pada hal yang belum dapat dijamahnya saat itu. Pengalihan pada hal-hal positif sehingga menyita waktu ini merupakan salah satu solusi yang cukup baik. Ini dapat menunjukkan sebuah kontrol hati dan pikiran yang baik dalam menjalani perannya di Bumi. Rindu itu jangan dulu dijadikan beban. Tetap jalani seiring dengan pencapaian titik-titik yang menjadi tujuan.

  • Lebih Banyak Berinteraksi dengan Orang Lain

Dengan terlalu banyak berdiam diri, jelas saja rindu itu akan lebih melukai. Yang harus kita pahami, luka hanya akan menyayat sedalam yang kita izinkan. Maka, jangan berikan lampu hijau pada rindu untuk melukai diri ini dan orang terkasih. Coba untuk lebih banyak lagi berinteraksi. Seseorang pernah berkata, “You just need to respect and look around yourself, happiness is around you.” Pergilah keluar, sapalah orang-orang sekitar, dan banyak-banyaklah bicara pada mereka. Siapa lagi yang akan menghidup-hidupi hidup kita kalau bukan kita sendiri, ya kan? Biarkan rindu mengambil tempatnya sendiri, tapi jangan biarkan dia menguasai keseluruhan hidup hingga kita kehilangan kontrol diri.

  • Dengarkan Banyak Lagu untuk Mencurahkan Isi Hati

Jika banyak orang berkata bahwa sebaiknya dalam keadaan seperti ini kita harus menjauhi lagu-lagu sedih, tapi—bagiku pribadi—ini malah suatu keharusan. Beda? Gak apa-apa. Gak semua orang cetakannya sama. Tuhan Maha Kreatif. Kerinduan yang menyebabkan sedih yang keterlaluan butuh detox terlebih dahulu untuk mengeluarkan semua perihnya. Menangislah sejadi-jadinya. Rasakanlah sakit yang sesakit-sakitnya. Tapi setelahnya, bangkit lagi untuk menatap indahnya Senja, ya. Tenang, dia gak ke mana-mana. =)

  • Pantaskan Diri untuk Bahagia

Setiap orang pantas untuk bahagia. Jangan biarkan rindu menjadi suatu penghalang atas kebahagiaan karena kita terlalu sibuk mencari sakitnya. Tinggi hati memang bukan sesuatu yang baik, tapi menghargai diri sendiri bisa jadi suatu kewajiban yang seringkali dilupakan. Setiap manusia itu istimewa dan berharga, masa kalah hanya dengan rindu saja? Berbahagialah, sebab rindu bukan apa-apa. Dia hanya pemanis pada tiap hubungan kita. Dan… kita hanya butuh untuk per-ca-ya.

  • Doakan Rindumu

Selalu kembali pada hal yang paling hakiki. Berdoa akan menenangkan jiwa dan hati. Kita masih selalu memiliki Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kan? Ketika rindu itu datang, mintalah kepadanya agar rindu yang kita punya sampai pada tujuannya tanpa harus menyakiti satu dan lainnya. Perlahan, bahagiamu akan datang. Tinggal tunggu waktunya.

Yap, hal-hal sederhana, ya? Sekali lagi, jangan jadikan rindu kita sebagai beban. Nikmatilah pelan-pelan. Agar si perindu dan yang dirindu sama-sama terbebas dari beban. Perbanyak sadar diri bahwa banyak keping kehidupan lain yang butuh untuk kita temukan. Kalau stuck pada satu hal, langkah kaki kita akan semakin berat untuk berjalan. Iya, kan?

Ah, sudah, ah. Ayuk ngobrol lagi, supaya semakin peka dengan dunia!







Salam sayang,


Pertiwi Yuliana


You Might Also Like

14 komentar

  1. Aku ambil yang terakhir, selaly berdoa semoga rinduku merasakan rindu yg sama, kalo perlu lebih hhe <( ̄︶ ̄)>
    Kejam yah? Ah biarin

    BalasHapus
  2. Rinduku menyertaimu dalam doaku eaaakk. Ah Persetan Rindu!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nyah ini mah promosi judul post blog sendiri. Banned! Wkwkwk

      Hapus
  3. setuju sih kalo rindu itu penyakit.
    Ada yang sampe sakit gara-gara nahan rindu soalnya. hhmm

    BalasHapus
  4. Rindu itu menggemaskan. Apalagi jika tak terjangkau :')

    BalasHapus
  5. Penguatan buat poin; menyibukkan diri dan berdoa. Ini testimoni dari yang pernah nyoba dua saran itu, wkwk. Mantaps Tiw!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Muehehehe thanks, Himma! Udah sukses, kan? Alhamdulillah. :)

      Hapus
  6. Rindu itu penyakit.
    (((Penyakit))) Haha ku doakan saja rinduku. Ngomong-ngomong salam kenal kak.

    BalasHapus
  7. makasih infonya, walaupun sakit tapi rindu memberikan rasa tersendiri, yang sensasinya hanya orang yang rindu yang tahu

    BalasHapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer