Antara Aku, Kamu, dan Restu | Your Favorite Devil's Advocate
poem

Antara Aku, Kamu, dan Restu

Minggu, Januari 05, 2014

Aku ingin menikmati rasa yang sederhana. Sesederhana waktu yang menjawab harapku dengan hadirnya dia. Dia yang matanya selalu berpendar indah. Dia yang senyumnya tak henti buatku terpana. Aku inginkan dia untuk mengiringiku menikmati hari dengan nada cinta. Nada-nada bahagia seperti yang kudengar mendampingi mereka.



Mendekatkan diri pada seseorang yang kuingin adalah hal yang melulu membuatku melayang-layang. Menebar imaji di tengah sunyinya malam yang menghadang. Aku ingin terbang. Bersama mimpi yang—aku tahu—nyata akan menjemputnya di balik persimpangan.

Rindu itu selalu datang ketika usai kita menumbukkan mata dalam rasa yang nyata. Begitu dekatnya kita walaupun—mungkin—ini belum apa-apa. Aku semakin menggila karena satu rasa. Rasa yang semakin hangat ketika kamu menautkan tangan kita di suatu senja. Indahnya tak pernah dapat membuatku lupa.

Untukmu, inilah senyum paling bahagia yang aku punya. Ketika kamu pertama kali sebutkan nama di bawah hujan di koridor sekolah. Kita terjebak, dan di sanalah aku menelaah: tentang kamu yang ternyata semakin berpendar indah. Kita berbincang tentang cita di sana, tetiba kamu berkata ingin menari di bawah hujan dan menjamahnya. Aku ternganga di hadapan keajaiban Tuhan yang selalu kupuja. Kamu memang luar biasa.

Bau tanah lama-lama mulai terasa, inilah dia: seperti aroma cinta yang saat itu sedang kurasa. Dalam balut rintik hujan yang tersisa, aku kembali tersenyum sendiri sehingga membuatmu bertanya-tanya. Ah, aku terlalu pemalu untuk mengungkap semuanya. Maka diam adalah jawaban paling benar yang dapat kuberikan.

Itulah awal di mana kita menemukan kita. Kita yang belum terikat apa-apa namun telah saling memiliki sesuatu yang sama di dalam dada. Ah, cinta. Hari-hari kita lewati bukan hanya dengan saling bertegur sapa, tapi lebih dari sekadar mengucapkan selamat atas pagi, siang dan malam. Kita adalah kata yang indah yang pernah terbentuk di antara kita.

dan semua mimpi untuk kita bersama hanyalah tinggal menunggu waktu untuk menggenggamnya
Photo Source : Google
Iya, hingga tiba saat di mana aku bercerita tentangmu kepada mama. Aku melihat dari raut wajahnya, mama kurang suka. Mungkin karena kita masih terlalu muda untuk mengenal sebuah rasa sesakral cinta. Mungkin karena kita masih terlalu labil untuk menjalani sebuah hubungan yang kita pun belum tahu akan berujung pada apa dan di mana.

Aku tahu, kepedihan ini tak dapat aku pungkiri lagi. Jelas saja, kita sudah sedekat ini! Dan kemudian tetiba kita harus menjauhi satu sama lain? Ah, ini terlalu pahit untuk kujalani. Memang, kita masih belum apa-apa—mungkin—jika dibandingkan dengan mereka, namun aku jelas saja berharap banyak pada tiap detik kerenyahan dari tawa yang ada. Mengapa?

Masih belum dapat kuterima pertentangan yang ternyata hampir membuatku kembali mati rasa. Mama, aku inginkan dia. Dia yang membuat senyumku semakin menggebu pada tiap detik dia menatapku. Aku inginkan dia yang tanpa disadarinya selalu mengiringiku dengan melodi rindu pada tiap aku harus berpisah dengan sosoknya yang begitu menampakkan ceria.

Pilu, mengapa kamu harus datang padaku? Bisakah sejenak kamu tinggalkan kami yang ingin bersama dalam indahnya kasih yang nyata? Aku tahu, sebentar lagi dia pasti akan bicara. Iya, tentang lebih memperjelas hubungan kami agar tidak lagi mengawang-awang. Namun nyatanya, masalah memang sering datang tanpa kenal lelah. Dia merombak imaji yang telah amat sempurna di kepala.

Hati, bersabar saja. Anggaplah ini untuk mama tercinta. Mereka bilang, “semua akan indah pada waktunya.” Mungkin kali ini, aku wajib untuk percaya. Ya setidaknya, agar penyakit hati tak melulu menjelma luka dan membayang-bayangi langkah. Aku memang ingin seperti mereka yang indahnya nyata. Tapi mungkin, ini adalah keindahan lain yang dikemas Tuhan dengan cara yang berbeda.

Hey, Kamu! Jangan anggap ini belenggu. Aku tahu, kita mungkin sama-sama ragu untuk menjauh. Tapi kita juga sama-sama tahu bahwa kita telah menjadi satu. Satu mungkin memang tak melulu harus bersatu. Satu mungkin memang perlu diiringi dengan sembilu. Iya, ini hanya masalah waktu.

Aku tahu, mama pasti akan mengangguk setuju ketika kita telah sama-sama beranjak dari persimpangan itu. Persimpangan yang pertemukan kita di bawah hujan dan aroma tanah yang mengagumkan. Aku tahu, kamu akan menungguku. Semoga saja ini bukan hanya sekadar harap semu. Aku masih tak ingin luka lain menganga karena teriris kembali oleh sembilu.


Kamu, bolehkah untuk terakhir kuubah namamu menjadi: Sayangku? Terima kasih untuk segala sesuatu atasmu. Sayangku, I love you!

***

Tulisan di atas sedang diikutkan ke dalam tantangan #narasijomblo dari @KampusFiksi yaitu membuat tulisan sepanjang 666 kata tentang seorang jomblo yang ingin sekali memiliki kekasih namun nyatanya orangtua berkata lain. Tulisan dadakan ini dibuat dalam waktu kurang lebih setengah jam, semoga bisa berkenan di hati para penilai dari @KampusFiksi. Sebelumnya, saya ucapkan terima kasih :)




Salam Cinta,



Pertiwi Yuliana

You Might Also Like

14 komentar

  1. Wih keren banget setengah jam bisa 666 kata. Goodluck untuk kampus fiksinya tiw!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillahnya sih selesai, Di hahaa
      Sumpah bukan pengalaman pribadi kok, cuma lagi enak aja nulisnya walaupun berantakan kata-katanya akakak
      Wukeeee makasih, Adi! :)

      Hapus
  2. setengah jam doang. ngebut banget ya.
    tapi akibatnya jadi kurang dapet makna ceritanya.
    goodluck buat lombanya ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, masalah kuota. Derita mahasiswa merangkap fakir wifi ya begini, libur kuliah jadi merana :(
      *Curhat, Tiw?*

      Hapus
  3. Hai, postingan yg keren! Numpang mampir ya, ada info lomba blog keren nih http://pujaputri.blogspot.com/2014/01/dumet-school-tempat-paling-tepat-untuk.html Hadiahnya lumayan loh, enjoyed!:)

    BalasHapus
  4. klo gw setengah jam paling cuma 5kalimat :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini juga entah ada angin apa bisa nulis cepet hahaha biasanya satu kalimat semedinya satu jam :p

      Hapus
  5. Gila! 30 mnt bisa sebanyak itu.Otaknya di peras yah? biar bisa menghasilkan kata sebanyak itu, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. engga kok hahaha jarinya lagi pengen ngetik kayaknya :p

      Hapus
  6. mmm...kurang mantep dikit tiw, masih agak ngambang gitu.. tapi bagus kok.. :D buat ukuran 30menit bikin ya ini udah bagus banget..

    BalasHapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer