ENTROK: Pekerjaan Rumah Belum Selesai | Your Favorite Devil's Advocate
book

ENTROK: Pekerjaan Rumah Belum Selesai

Minggu, Januari 22, 2017

ENTROK: Pekerjaan Rumah Belum Selesai

Aku punya satu keponakan yang tinggal bersama di rumah, namanya Anggita. Dia sangat suka bermain. Menafikan kenyataan bahwa dia adalah seorang siswa kelas empat sekolah dasar yang statusnya sedang di ujung tanduk. Kenapa di ujung tanduk? Sebab nilai-nilainya yang begitu buruk. Terancam tidak bisa naik kelas jika masih tidak dapat memperbaiki nilainya itu.

Sayangnya, dia begitu tak acuh. Yang kuperhatikan, dia hanya suka bermain. Berangkat sekolah marah-marah, disuruh belajar malah banjir airmata, ngerjain PR ogah-ogahan. Alhasil, aku dan mama yang ketumpuan. Harus selalu cek dan mengingatkan. Namun, semakin ke sini dia semakin sulit mengerti bahwa itu semua adalah kewajibannya sebagai siswa.

Semalam mama bertanya, “Ada PR, gak?”

“Enggak ada,” jawabnya.

Namun, sekitar satu setengah jam kemudian, ada seorang perempuan berusia sekitar tiga puluhan berkunjung ke rumah. Tujuannya, menanyakan perihal pekerjaan rumah anaknya yang sekelas dengan keponakanku. Kemudian, mama mencak-mencak memarahi keponakanku karena terlalu santai menghadapi pelajaran yang semakin sulit. Akhirnya…

Nduk, bantuin adeknya dulu sini!”

Ya, aku lagi yang kena.

***

ENTROK: Pekerjaan Rumah Belum Selesai


Mengimani dua hal yang berbeda, kurasa, bukanlah menjadi sesuatu yang tampak asing di negara kita. Sebab, seperti yang tertera pada semboyan negara kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu juga. Walaupun, ya, persatuan dari ke-bhinneka-an tersebut masih begitu patut untuk dipertanyakan, setidaknya semboyan itu masih hidup sampai sekarang. Setidaknya. Meskipun dengan hidup yang mulai kehilangan makna.

Berlatar masa orde baru pada tahun 1950-1994, dikisahkan mengenai kehidupan dua tokoh perempuan yang begitu bertolak belakang. Uniknya, mereka ada di dalam satu ikatan darah, ibu dan anak perempuannya.

Diawali dari kisah Sumarni, atau yang akrab disapa dengan Marni, yang hidup dalam keluarga yang cukup sulit. Bersama ibunya, Marni menjalani hari-harinya dengan menunggu ibunya pulang dari pasar membawa bahan makanan lalu memasaknya. Hingga suatu ketika, seperti layaknya perubahan biologis yang terjadi pada tubuh anak perempuan yang beranjak dewasa, dadanya mulai mringkili.

Ternyata, Marni mulai merasakan ketidaknyamanan akan perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Dia merasa pergerakan tubuhnya tidak sebebas biasanya karena ada gumpalan asing yang menempel di dadanya. Namun, dia tidak melihat ketidaknyamanan yang sama dirasakan oleh Tinah, sepupunya yang juga sedang mengalami pertumbuhan yang sama.

Dari sinilah kita akan mengenal kata entrok. Aku pribadi, awalnya masih sangat asing dengan kata tersebut. Apaan, sih, ini? Namun, Okky Madasari menjawab rasa penasaranku dalam timing yang cukup tepat. Entrok merupakan penyanggah dada atau yang sering kita kenal dengan BH (breast holder) dalam bahasa Jawa. Baiklah, sebagai anak dari keluarga suku Jawa, kumerasa gagal karena sama sekali asing dengan kata tersebut. Terima kasih, Mbak Okky, sudah memperkenalkan saya dengan entrok… setelah saya menggunakannya sekian tahun lamanya.

ENTROK: Pekerjaan Rumah Belum Selesai
Sumber: Pinterest
Berangkat dari perkenalannya dengan entrok yang digunakan Tinah sehingga membuat Tinah tidak merasakan ketidaknyamanan yang dirasakannya, Marni bertekad untuk memilikinya juga. Namun, setelah menyampaikan hal tersebut kepada ibunya, ibunya menolak untuk membelikan Marni entrok. Karena ternyata, entrok merupakan barang yang mahal pada masanya. Jadi, bukan sekadar pakaian dalam seperti pandangan masyarakat masa kini.

“Oalah, Nduk, seumur-umur tidak pernah aku punya entrok. Bentuknya kayak apa juga tidak tahu. Tidak pakai entrok juga tidak apa-apa. Susuku tetap bisa diperas to. Sudah, nggak udah neko-neko. Kita bisa makan saja syukur,” kata Simbok, Entrok, halaman 17.

Bagiku, Okky Madasari sangat pandai mengemas cerita di dalam novel pertamanya ini, Entrok. Tentang bagaimana beliau membangun cerita perjuangan perempuan yang dimulai dari tokoh Marni yang mulai beranjak remaja hingga dewasa dan memiliki putri kebanggaan, Rahayu. Dari hal yang begitu sederhana, pakaian dalam.

Kemudian, dengan nakalnya aku menyimpulkan bahwa pakaian dalam—dalam hal ini entrok—di novel ini menganalogikan sebuah niat yang kuat dari dalam diri seseorang. Aku percaya bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini jika manusia mau berdoa dan berusaha. Tentunya, dasar dari doa dan usaha itu adalah niat yang kuat dari dalam diri manusia itu sendiri. Seperti yang digambarkan Okky Madasari.

Ya, orang hidup hanya butuh punya harapan. Lalu dia akan merasa punya jiwa dan semangat.” — Sumarni, Entrok, halaman 277.

Subordinasi terhadap perempuan pun tampak sangat jelas tergambar pada masa di mana Marni berusaha mencari uang untuk dapat memiliki entrok. Dia bekerja di pasar bersama ibunya sebagai pengupas singkong, tapi sayangnya upah untuk para pekerja perempuan bukanlah uang. Melainkan hanya berupa bahan-bahan makanan.

Namun, Marni tidak kehabisan akal. Selain menampakkan tekad yang kuat untuk mencapai tujuannya, Okky Madasari juga memperlihatkan secara tidak langsung bagaimana upaya perempuan untuk dapat dianggap setara dengan laki-laki lewat tokoh Marni. Jujur saja, aku sangat menikmati cerita Marni dengan berbagai perjuangan kerasnya hingga ia bisa berhasil mencapai keinginan sederhananya hingga membuat kehidupannya aman di masa tuanya.

ENTROK: Pekerjaan Rumah Belum Selesai
Beli di bazar Carrefour Buaran Plaza
Rahayu dan penolakannya akan kepercayaan Marni.

“Ealah… Nduk, sekolah kok malah menjadikanmu tidak menjadi manusia.” Sumarni, Entrok, halaman 125.

Sebagai perempuan yang cerdas, berpendidikan tinggi, dan taat dalam menjalani ibadah agama, Rahayu memandang kebiasaan ibunya memuja leluhur (animism) merupakan sesuatu yang salah. Musyrik, katanya. Ketegangan di antara ibu dan anak semakin terasa seiring dengan semakin bertambahnya usia dan pemahaman Rahayu perihal kepercayaan yang didapatkannya di tiap jenjang pendidikan.

Pemberontakan Rahayu terhadap ibunya terus terjadi. Hingga pada puncaknya Rahayu memilih untuk pergi dari rumah dan menikah dengan seorang pria tampan yang beristri. Sejak saat itu, hubungannya dengan sang ibu terputus begitu saja karena Rahayu tidak pernah sama sekali mengabari Marni. Miris, ya? Inilah gambaran bagaimana jika toleransi pada diri orang-orang dalam kelompok masih di taraf yang rendah.

Agaknya cukup relate dengan apa yang seringkali terjadi di Indonesia. Bukan hanya perihal keyakinan, tapi hal-hal lainnya yang dianggap berbeda masih terus dilihat sebagai sebuah permasalahan. Bagiku, sebetulnya kejadian demikian tidak perlu ada. Sebab kita hanya perlu memperluas pandangan yang kita punya. Jangan menuding sesiapa, tanamkan dulu pada diri kita.

Dari Marni dan Rahayu pun, Okky Madasari menggambarkan bagaimana kondisi politik negeri yang begitu runyam pada masanya. Kondisi yang begitu menakutkan, menegangkan, dan terus memaksa kita untuk bungkam atas hal-hal yang seharusnya bisa dibicarakan secara gamblang. Hal-hal yang keji banyak terjadi dalam Entrok. Membuka mataku yang sejak dulu enggan belajar tentang sejarah dan bersinggungan dengan urusan politik negeri ini.

Entrok pun membawaku pada pandangan lain perihal rentenir yang selama ini selalu kupandang sebelah mata. Aku sangat suka bagaimana Okky Madasari membangun emosi, kondisi, dan memainkan perspektif lewat tulisannya. Cantik, menyenangkan, dan sama sekali tidak membosankan walaupun dengan latar tahun yang sudah disebutkan di atas.

Untuk kekurangannya, mungkin ada beberapa kata yang typo. Tidak begitu mengganggu, sih. Selebihnya, membuatku ingin membaca tulisan Okky Madasari yang lain!

Oh iya, di dalam Entrok, Okky Madasari menggunakan dua sudut pandang: Marni dan Rahayu secara bergantian. Bukan hal yang baru, memang. Bukan sesuatu yang istimewa, jelas. Namun lebih membuka pikiran kita mengenai suatu keadaan dari sudut pandang yang berbeda.

Kalau aku diizinkan memberi penilaian, mungkin…

ENTROK: Pekerjaan Rumah Belum Selesai
4.5/5 yeay!
Hati-hati dalam membaca Entrok, saranku. Jika kamu masih ingin bermalas-malasan dalam belajar seperti keponakanku, aku tidak menyarankan kamu untuk membaca Entrok. Sebab, ada PR yang diselipkan oleh Okky Madasari selepas kita membaca tulisannya. Kalau kamu merasa dapat PR juga, kerjain bareng aku yuk!





Tabik!




Pertiwi

You Might Also Like

36 komentar

  1. Sadaaappp!! Review macam ini nih yang ditunggu. Mulus, tidak mbulet-mbulet, dan tidak menghakimi. Ajarin!

    Tiba-tiba aku jadi ingin nyoba pakai entrok. Rencana mau dipakai di bahu. Sebab area itu lebih melendung daripada dada.

    Btw, suka entrok warna apa?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sa ae lau hahaha

      Kamu mau tak pinjemin po piye, hm?

      Kalau kamu tau warna favoritku, kamu juga pasti tau jawabannya kok. Wakakak.

      Hapus
  2. Bahkan bh bisa jadi bahan cerita. Gemblung!

    BalasHapus
  3. Entrok. Dikira entok yang bentrok. Ga taunya, aha, punyanya perempuan. Bagus reviewnya. Salam.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bacalah, banyak gambaran lelaki menyebalkan di sana.

      Hapus
    2. Kenapa menyarankan untuk membaca dengan alasan banyak gambaran lelaki menyebalkan di buku tersebut. Saya ini lelaki, walau kadang menyebalkan, tapi kan dikangenin, eaaa.. :D

      Hapus
  4. Aku yang org Jawa juga baru tau istilan "entrok" ini mbak TFS reviewnya :)

    BalasHapus
  5. Cara nge-review nya keren banget, Tiw.
    Eh itu beli bukunya di bazaar carefour Buarannkan ya, jadi murah dong ya? Mau cari di carefour cipinang indah ahhhh.
    Rumah kita ga jauh, Tiwi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya ampun dibilang keren sama Mbak Dian, kujadi ingin menangis bahagia :')
      Iya, buku sebagus ini dibandrol Rp10.000 doang coba.
      Hayuk atuh main, Mbak. Tiwi belum pernah ketemu Mbak Dian kayaknya.

      Hapus
  6. Ah mantap tulisannya! Suka banget, bikin jadi pengen baca bukunya. Makasih review nya kak Tiwi, langsung nyari Entrok ah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Muehehe terima kasih sudah membaca, Rhena. Salam kenal, ya.
      Ayuk beli, baca! Kalau dapat PR juga nanti kerjain bareng, ya. :3

      Hapus
  7. Saya sedang belajar membuat review buku dan yang ini paling kece nih. Berasa membaca rangkuman tapi ngga jadi spoiler. Mantep pisan

    BalasHapus
  8. Penulisnya keren, mengangkat tema yang terlihat simpel tapi menjadi cerita yang rumit dan berisi. Review Mbak Tiwi juga keren. Sukakk.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Okky Madasari keren banget! Hehe makasih ya, Mbak.

      Hapus
  9. Kak, Sastra Indonesia juga? Di mana? Hehehe... aku udah baca Entrok, btw.


    zahra-salsa.blogspot.com

    BalasHapus
  10. Gue kira entrok itu novel binatang, tapi setelah diperhatiin lagi covernya ternyata gambar BH yaa :D

    Urusan nulis emang lu jago nya dah tiw. Pemilihan katanya pas dan rapih (iyalah editor yekaann), gue aja bacanya santaii banget, eh tau-tau udah abis artikelnya :(

    BalasHapus
  11. Kece reviewnya, bahasanya nyaman dibaca dan apik. wuiih bikin penasaran ama Novelnya Okky nih.

    BalasHapus
  12. Terkadang dalam meriview saya suka terbawa suasana bahasa buku tersebut.. di tulisan MBA ko saya nda menemukannya ya.. patut dibaca untuk menambah khasanah ini..

    BalasHapus
  13. Belum baca yg entrok. Kemarin baru kelar yg Pasung Jiwa. Mba Okky emang kece ya mengangkat hal2 sederhana menjadi novel luar biasa. Makasih tiwi reviewnya. Jadi pengen baca lengkapnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku mau baca Pasung Jiwa, katanya bagus heu. :(
      Sama-sama, Mbak Ira hehehe

      Hapus
  14. Dari entrok sampai ke politik hihihi.. Hal yang sangat jauh ya, tiw. Btw sama aku juga baru tau entrok=BH wkwkkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya jauh banget ya hahaha tapi analogi di awalnya dapet banget buat nganterin kita ke hal yang jauh lebih berat.

      Hapus
  15. Bukunya mba Oky dua juga saya dapat di bazaar, dan memang luar biasa keren. Yang Entrok ini saya belum punya. Wow ada di bazaar Carefour BP ya...

    BalasHapus
  16. Halo Mba.. Salam kenal. Suka banget sama review-nya. :)

    Aku pernah baca novel ini. Waktu kehabisan bacaan, malah novel ini aku baca lagi, hihi...

    Betewe, aku juga baru tau arti entrok setelah baca novel ini. Padahal aku juga jawa tulen. Deuh, sama-sama gagal Jawa kita. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allahurabbi baru baca dong komen Mbak Arin di sini hahahaha

      Hapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer