Senandung
Ibu Pertiwi - Kementerian Sekretariat Negara
kembali melaksanakan Pameran Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan sebagai bagian
dari rangkaian Peringatan Bulan Kemerdekaan HUT RI ke-72 tahun 2017. Pameran
kali ini merupakan pameran lukisan Istana Kepresidenan kedua setelah sukses
penyelenggaraan pertama tahun lalu di Galeri Nasional Indonesia.
***
Terlahir dengan penggalan kata Pertiwi
sedikit banyak membuatku merasa bangga. Seperti ada kekuatan tersendiri yang
menelusup di dalamnya. Layaknya salah satu pengertian kata “pertiwi” di dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia yang berarti dewi yang menguasai bumi, setidaknya aku
berharap untuk bisa tetap berkuasa di dalam duniaku sendiri. Tanpa adanya
konfrontasi dan inversi.
“Masa depannya Tiwi belum tentu
sukses, soalnya dia suka ngambil pilihan yang ditentang banyak orang. Tapi dia
tau apa yang dia lakuin.” – Uni Dzalika.
Salah satu caraku untuk menguasai
duniaku adalah melalui pilihan-pilihan yang aku ambil di dalam hidupku. Mungkin,
benar apa yang Uni bilang. Aku belum tentu sukses—dalam artian banyak harta—di kehidupanku
mendatang. Namun bagiku, sukses bukanlah banyak harta, melainkan berkarya. Sebab
harta bukanlah apa-apa dibanding karya yang bisa membuat kita dikenang
selama-lamanya.
Sebab itulah aku begitu menyukai seni.
Seperti yang sudah aku tuliskan sebelumnya di sini, kecintaan terhadap seni kian mendalam
saat aku masuk ke Fakultas Bahasa dan Seni. Sejak itu pula, mungkin hidupku semakin
tampak berantakan bagi orang kebanyakan. Namun kebalikannya bagiku sendiri, aku
semakin tau ke mana arahku menuju di kemudian hari.
Aku suka kegiatan-kegiatan berbau
seni, termasuk datang ke pameran kesenian. Bulan Agustus ini sedang banyak
sekali pameran seni di Jakarta. Banjir! Salah satu yang menjadi sasaranku dan
Ilham untuk kami sambangi adalah Pameran
Lukisan Koleksi Istana Kepresidenan yang diselenggarakan di Galeri Nasional
selama bulan Agustus dengan tajuk “Senandung Ibu Pertiwi”.
Bertapa di Candi Tebing Bali Abad Kesebelas, karya Walter Spies, 1930, oil on hardboard, 65 x 80 cm |
Sejak mendapat informasi dari Line official Galeri Nasional, kami
sudah mencatat tanggal untuk datang ke sana. Selain karena suka dengan
kesenian, pameran lukisan yang satu ini membuatku jauh lebih penasaran karena
menggunakan kata “Pertiwi” di dalamnya. Seperti namaku. Ehehe. Subjektif, ya? Biarkan
saja, ah.
Pameran yang dibuka pada tanggal 1
Agustus 2017 oleh Pak Presiden ini dapat
dinikmati khalayak umum mulai tanggal 2 – 30 Agustus 2017. Ekshibisi yang
telah mencapai tahun keduanya ini memiliki tiga tujuan, yaitu agar masyarakat
dapat ikut menikmati karya para seniman kita di masa lalu yang berkualitas
tinggi; untuk menunjukkan karya-karya unggulan seniman kita kepada komunitas
internasional; dan sebagai wujud komitmen Kementerian Sekretariat Negara dalam
pemeliharaan karya-karya seni unggulan dari masa lalu, yang menjadi koleksi di
Istana-Istana Kepresidenan.
Kita tidak diperbolehkan membawa
barang-barang lain selain handphone
dan dompet untuk masuk ke dalam ruang pamerannya. Jadi, kalau kalian mau main
ke sana harus menitipkan barang-barang kalian, ya. Tenang, aman kok sama mas
dan mbak yang jagain di sana. Untuk mengambil gambar dengan telepon genggam pun
tidak diperbolehkan untuk menggunakan flash.
Oh iya, tidak ada biaya yang dibebankan kepada kita untuk masuk ke pameran ini
alias gratis. Jadi, manfaatkanlah fasilitas menikmati kesenian yang begitu
mahal ini sepanjang bulan Agustus di Galeri Nasional.
Saat aku dan blogger lainnya yang
diundang oleh Jadi
Mandiri masuk ke dalam ruang pameran, kami langsung disambut oleh
lukisan karya Makovsky yang ditampilkan melalui LED yang cukup besar sebagai
salah satu karya yang pernah dikonservasi pada tahun 2004. Meskipun tidak
ditampilkan secara nyata, tapi bagiku pribadi tetap tidak mengurasi keelokan
dari lukisannya.
Tahun ini, Pameran Lukisan Koleksi
Istana Kepresidenan memamerkan 48
lukisan dari 41 pelukis yang dibuat antara abad ke-19 dan abad ke-20. Walaupun
aku tidak menemukan karya Affandi sebagai pelukis Indonesia favoritku, tapi aku
begitu menikmati lukisan-lukisan yang disuguhkan di sana. Terutama, karya
pelukis-pelukis asal Pulau Dewata dengan detil lukisannya yang begitu apik dan
mengagumkan.
Favorit! Karya dari seniman Pulau Dewata! |
Selama pameran berlangsung,
dilaksanakan juga beberapa kegiatan lain seperti:
1.
Workshop Melukis bersama Komunitas Difabel (10 Agustus 2017)
2.
Diskusi Para Pakar: Menjaga Ibu Pertiwi (19 Agustus 2017)
3.
Lomba Lukis Kolektif Tingkat Nasional (26 Agustus 2017)
4.
Workshop Menjadi Apresiator se-Jabodetabek (29 Agustus 2017)
5.
Tur Pameran oleh para kurator, setiap Sabtu dan Minggu
Banyak sekali, kan? Surga dunia mana
lagi yang ingin dicari selain hal-hal berbau seni seperti ini? Bahagiaku sederhana
sekali, menjadi penikmat keindahan talenta anak negeri. Apalagi kalau bisa
menjadi bagian dari kecakapan yang diminati? Sudah, hidupku sudah sukses dalam
pengertianku sendiri. Tolong aamiin-kan,
Teman-teman. Aamiin.
Nah, kalian udah punya acara apa untuk
bulan Agustus ini? Untuk kalian yang masih ada di sekitaran wilayah Jakarta
atau punya niat untuk mampir ke kota Jakarta bulan ini, aku sangat
merekomendasikan kalian untuk datang ke Galeri Nasional dan menikmati banyak
keindahan di sana. Pernah menangis terharu saat melihat sesuatu yang sangat
kalian sukai ada di depan mata kalian? Aku merasakan itu, salah satunya saat
menghadiri pameran “Senandung Ibu Pertiwi”.
Akses untuk ke Galeri Nasional juga
sangat mudah, kok. Sebagai pencinta transportasi umum garis keras, aku suka
sekali memanfaatkan TransJakarta untuk menjadi sahabat perjalanan. Kalau kalian
juga sama sepertiku, kamu bisa naik TransJakarta dan berhenti di halte Gambir
untuk sampai ke Galeri Nasional. Setelahnya, silakan berpuas-puas ria dengan
harta karun di dalamnya!
Waktunya masih banyak, nih. Jadi, ke
Galnas yuk!
Tabik!
Pertiwi