Runtuh di Tengah Sepi | Your Favorite Devil's Advocate
personal

Runtuh di Tengah Sepi

Kamis, Mei 25, 2023

Runtuh di Tengah Sepi

Kuterbangun lagi, di antara sepi
Hanya pikiran yang ramai
Mengutuki diri, tak bisa kembali
Tuk mengubah alur kisah
Ketika mereka meminta tawa
Ternyata rela tak semudah kata

Beberapa menit menuju tengah malam, lagi-lagi Kesepian bersorak memeluk tubuh yang gigil di tengah lengangnya ruang. Berteman gawai yang selalu setia, perempuan itu mulai memainkan jemarinya di atas layar. Tap. Tap. Tap. Live.

Dia, mungkin, adalah pribadi yang berbeda. Kadang, si empunya nyawa pun tidak lagi mengenalinya. Sesuatu yang asing, tapi pelan-pelan ingin terus menguasai. Ternyata, Kesepian punya pasukan yang ramai untuk memporak-porandakan kepribadian manusia. Setidaknya, begitulah menurut perempuan tersebut.

Dia sedang membaca sebuah buku, ditemani lagu-lagu dari playlist akun premium miliknya. Iya, di depan sebuah layar kecil dengan penonton yang silih berganti, tapi jumlahnya tetap stabil. Ada harapan kecil. Agar dunia yang dikuliknya dari buku tersebut dapat membuatnya melupakan kenyataan yang disandang. Agar lagu-lagunya bisa menenangkan bisingnya Kesepian yang enggan untuk diam. Dan, mungkin, ditemuinya kembali obrolan-obrolan entah apa dari entah siapa agar mampu memenggal hening yang tak mau hilang.

“Kak, boleh request lagu, gak?” tanya sebuah akun yang terus menemaninya sejak awal siarannya dimulai.

“Mau request lagu apa, Kak?”

“Feby Putri. Lagunya terserah mau yang mana aja.”

“Bentar, ya, aku cari dulu. Kayaknya aku jarang dengerin lagunya dia, deh. Aku gak tau yang mana yang bagus, aku play yang populer aja, ya.”

“Iya, Kak,” jawab akun tersebut pada kolom komentar, menyetujui idenya.

Tak perlu khawatir, kuhanya terluka
Terbiasa tuk pura-pura tertawa
Namun bolehkah sekali saja kumenangis
Sebelum kembali membohongi diri

Deg! Tanpa aba-aba, perempuan itu menghentikan aktivitas membacanya. Ditinggalkannya cuap-cuap Carl G. Jung tentang kedalaman mimpi. Tangannya mulai sibuk meraih gawai lain yang digunakannya untuk memutar musik. Membaca lirik-lirik lagu yang berjudul “Runtuh” itu dengan lebih teliti. Netranya mulai menggenangkan bulir bening yang dengan sigap diseka.

“Kenapa, Kak?” tanya akun yang sama pada kolom komentar siaran langsungnya.

“Oh, enggak apa-apa, Kak. Ini liriknya bagus.”

“Iya, enak buat menggalau, Kak.”

Tidak lagi menemukan jawaban yang mampu disuarakan, perempuan itu hanya tersenyum menanggapi komentar terakhir yang didapatkan.

Ketika kau lelah, berhentilah dulu
Beri ruang, beri waktu

Isi kepalanya mulai bergerilya, menyatroni pelik yang lama tak menunjukkan batang hidungnya. Fokusnya pada diam perlahan menjelaskan gambaran kabur yang penuh tanda tanya. Oh, sesepi itu, ya?

Mereka bilang, “Syukurilah saja.”
Padahal rela tak semudah kata

Mereka bilang, dia harusnya bersyukur. Mereka bilang, perihal yang dihadapi dan solusi yang dibutuhkannya masih terbilang mudah untuk bertemu. Mereka bilang, semestinya dia tidak begini dan begitu. Namun, mereka hanya bilang. Pertanyaannya, apakah mereka akan tetap berkata yang sama jika kaki-kakinya terikat pada keadaan serupa?

Tak perlu khawatir, kuhanya terluka
Terbiasa tuk pura-pura tertawa
Namun bolehkah sekali saja kumenangis
Sebelum kembali membohongi diri

Perempuan itu masih tetap mencoba untuk menikmati ketidaksempurnaan yang sempurna. Menapaki langkah demi langkah yang diselimuti bimbang hanya demi satu kata; bahagia.

Berpura dan terus menyembunyikan kelamnya, sembari melangitkan doa agar jaraknya dengan harapan yang dimiliki bisa terlipat dengan segera. Atau, paling tidak, kehilangan separuh ingatannya boleh dipertimbangan. Ya, Tuhan?

Ha, ha, aah
Ha, ha, aah
Ha, ha, aah ooh

Ada yang mendengar tawa? Coba buka daun telingamu lebih lebar lagi. Benarkah adanya? Lagi, ternyata, Kesepian membuatnya berkawan dekat dengan Kepalsuan.

Kita hanyalah manusia yang terluka
Terbiasa tuk pura-pura tertawa
Namun bolehkah sekali saja kumenangis
Kutak ingin lagi membohongi diri
Kuingin belajar menerima diri

Tubuhnya bergidik. Hanyut dalam lirik terakhir lagu yang dinyanyikan oleh Feby Putri dan Fiersa Besari tersebut. Lelahnya tumpah. Kutak ingin lagi membohongi diri. Kuingin belajar menerima diri.







Tabik,




Pertiwi

You Might Also Like

0 komentar

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer