Rasakan Jemariku, Sayang! | Your Favorite Devil's Advocate
poem

Rasakan Jemariku, Sayang!

Jumat, Maret 21, 2014

Rasakan Jemariku, Sayang!

Semalam, pandir kecilmu sempat bermimpi tentang indahnya suatu hari
Ketika tanganmu tergenggam erat hingga tak mampu dilepasnya lagi
Kemudian, keadaan menjelma nyaman ketika kalian sama-sama enggan kehilangan
Berucap janji untuk setia walau masih diselimuti tanda tanya

Inilah sebuah kisah tentang kita...

Aku tak pandai merangkai bait-bait terindah
Ataupun menyusun aksara-aksara bertuah
Aku hanya pengepul sederhana untukmu membuka mata;
aku menyayangimu dengan sederhana

Sepertimu pula, Tuan
Aku tak pandai meramu kata, terlebih untuk sesuatu yang disebut dusta
Bersamamu, Tuan;
aku merangkum dunia lewat kita

Aku akan terus menggenggam jemari mungilmu, Nona
Melewati segala aral dan cacian dunia
Aku tangguh bila kita bersama dalam kita
Dan kebahagiaan yang kita nanti akan kita nikmati bersama

Rengkuh aku, pada tempat ternyaman yang kau janjikan hanya untukku
Kita satu, pada sebuah kisah yang tak lagi semu
Jangan lagi mencibir waktu;
dialah jawaban mengapa kita bisa bertemu

Aku takkan lagi mencibir waktu, ataupun rentang jarak yang terus mengendur
Aku hanya mengunci rapat tempat ternyaman yang sempat kujanjikan untukmu di sana
Hanya kamu;
kunci yang menjadi pasang abadiku yang tak lelah menanti

Pandir kecilmu masih menanti, Tuan
Masih mengulum senyum untuk menyambutmu kelak
Kepada jarak, terimakasih telah membuat rasa ini semakin berpendar nyata;
berkatmu dan juga rindu

Aku akan datang dengan segala harap yang kupunya
Menghancurkan rindu yang membatu;
pecah menjadi puing warna-warni bahagia
Sebagai hiasan pelukan dalam nuansa temaram kita

Kemudian bayangkan, jemari ini bertautan
Kita bersama, bukan lagi sekelebat asa yang mengharap pelukan
Kita bahagia, nyaman dalam sebuah keadaan

Bayangan itu selalu melekat pada angan yang pekat
Berharap sebuah temu di mana dua pasang mata beradu
Aku rindu;
rindu dengan senyum mungilmu

Pekat yang nikmat sedang kunikmati dalam khidmat
Kutunggu saat-saat itu;
saat mata kita berada pada satu titik yang padu
Aku pun rindu;
rindu pada tawamu yang candu

Aku kehabisan kata untuk mengungkapkan apa yang kurasa
Hanya rindu yang menguatkan kita, bukan membunuhnya
Kita nikmati bersama apa yang kita rengkuh
Dalam cintamu, aku luluh

Dalam tawamu, aku terhanyut
Hebatnya kamu, rasaku terenggut
Kini, jemariku terbuka untuk genggamanmu yang lembut

Aku benar-benar kehabisan kata

Baiklah, Tuan
Nikmati saja prosesnya



Salam


Senja dan Jingga

You Might Also Like

18 komentar

  1. ahhhh kaka tiwi, aku terenyuh. ajari aku mengenal puisi lebih dalam yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak Dewi pasti lebih jago. Aku mah baru semester dua hahaha

      Hapus
  2. Nikmati saja prosesnya :')

    Salam, Jingga

    BalasHapus
  3. Eh unyu deh tiw bales2an gitu..so swit.. jingga dan senja ya? Aku kok jadi inget sama novel yang pernah aku baca..penulisnya esti kinasih apa ya? Lupa-,-

    BalasHapus
  4. Aku kehabisan kata untuk mengungkapkan apa yang kurasa Hanya rindu yang menguatkan kita, bukan membunuhnya Kita nikmati bersama apa yang kita rengkuh Dalam cintamu, aku luluh

    Satu kata buatmu, indah :)

    BalasHapus
  5. Gak mau komen ah, kalo aku yang bikin ntar pasti ujungnya jadi kayak kamu yang bikin. Hahah :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pilihannya cuma dua: belajar tentang puisi lebih banyak lagi atau jangan minta aku edit :|

      Hapus
  6. Aku juga kehabisan kata-kata mau komentar apa :| haha. Jago kak tiwi

    BalasHapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer