IRAMA SAKIT HATI PARA PEJUANG MASA DEPAN | Your Favorite Devil's Advocate
article

IRAMA SAKIT HATI PARA PEJUANG MASA DEPAN

Selasa, Januari 22, 2013


“Sebab setiap tempat adalah sekolah kita.”
                Awan mendung menggantung menghiasi langit pagi itu. Kari ke-13 di awal tahun 2013 ini akan saya lewati dengan suatu kegiatan yang menyenangkan. Ya, kembali menapakkan kaki di tanah keasrian Rumpin dan kembali menatap senyum adik-adik kita yang lugu. Namun sayangnya, mood saya hari ini cukup terganggu karena jadwal kedatangan kereta yang kacau sehingga membuat saya berdiri mematung di stasiun dalam jangka waktu yang cukup lama. Baiklah, saya skip bagian ini agar tidak menimbulkan kalimat-kalimat sarkastik yang tidak diinginkan.
                Perjalanan kali ini dibagi menjadi dua trip: trip pertama dipimpin oleh Kak Jona dengan jumlah pasukan keseluruhan 8 orang dan trip kedua dipimpin oleh Kak Lani dengan jumlah pasukan yang lebih banyak yaitu 12 orang. Saya yang datang lebih siang bergabung dengan Kak Lani dan kawan-kawan. Satu angkutan berwarna putih-oranye dari Stasiun Serpong langsung penuh sesak oleh pasukan Kak Lani untuk melanjutkan perjalanan menuju Perumahan Suradita. Kunjungan ini cukup berbeda dari biasanya. Ini adalah pertama kalinya dilaksanakan pertemuan antara Tim Kakak Kita dengan Kakak Kita Angkatan I dan juga Kakak Kita Angkatan II yang baru bergabung dengan Keluarga Kita. Menyenangkan sekali bertemu dengan wajah-wajah baru dan pastinya cerita-cerita baru yang mengesankan.
                Rumpin merupakan puing-puing keindahan yang memiliki tempat tersendiri di hati. Mulai dari perjalanan panjangnya yang seberat apapun itu selalu berbuah manis dengan hadirnya panorama alam yang begitu mengagumkan, ramah-tamah warga sekitar yang mengesankan dan tentunya adik-adik kita yang menyenangkan. Sesampainya di rumah Bu Neneng, sudah tampak keramaian di sana. Ada pasukan Kak Jona dan ada Kak Ana dengan tiga kakak lainnya yang datang membawa bingkisan dari Kak Kirana untuk adik-adik kita. Terima kasih Kak Kirana!
Agenda kelas kita hari ini adalah “nobar” atau nonton bareng. Setelah membersihkan diri dari “jebakan-jebakan Batman” di perjalanan dan menikmati sayur asem Bu Neneng yang tiada tanding, kami pun melangkahkan kaki kembali menuju musholla karena adik-adik kita sudah menanti. Dan betapa takjubnya saya sewaktu melihat banyaknya adik-adik kita yang sudah bersiap di dalam musholla yang telah kembali dialihfungsikan sebagai bioskop mini hari itu. “Ada 63 anak kalo ga salah tadi Bu Neneng itung,” jelas Bu Neneng. Selain adik-adik kita yang tampak lebih banyak dari biasanya, ternyata ada hal lain lagi yang berbeda dari kelas kita. Mengedarkan pandangan ke tiap sudut yang dapat terlihat dan... yap! Ada lampu dan kipas angin baru di kelas kita, semoga adik-adik kita bisa belajar dengan lebih nyaman sekarang.
Dimulai dari pemutaran tiga film pendek Disney Pixar yang diawali dengan “One Man Band” kemudian dilanjutkan dengan “La Luna” dan diakhiri oleh “Presto”. Sampai di situ saya lihat adik-adik kita cukup antusias karena banyak yang sibuk tertawa melihat adegan-adegan yang tersaji dalam film-film tersebut. Lalu masuklah film utama yang sudah dipersiapkan untuk adik-adik-adik kita. Dan... jengjeng! Salah satu Disney Movie favorit saya telah terpampang di hadapan adik-adik kita, “Up!”. Saya masih fokus dengan film ketika saya mendengar bisik-bisik dari salah satu kakak kita yang mengatakan bahwa ada salah satu adik kita yang tertidur di tengah-tengah pemutaran film. Si adik dengan kaos berwarna putih itu terlihat begitu lelap tertidur dijaga oleh sang kakak. Sulit untuk melihat lebih jelas karena kelas kita hari itu sangat padat.
Hembusan angin yang cukup kencang menggoyang pohon-pohon bambu di sekitar musholla itu seperti alunan melodi pengiring kebersamaan kami hari itu. Kembali pada pemutaran film, kurang lebih seperempat film berjalan terlihat ada seorang adik kita berbaju muslim berwarna pink berumur sekitar empat tahunan yang keluar dari kelas dan berjongkok memainkan sandalnya yang juga berwarna pink di teras kelas dengan wajah yang bosan. Cukup lama saya memperhatikan si adik berbaju pink itu, wajahnya yang tampak bosan masih terlihat lucu di mata saya. Penasaran, saya melihat ke dalam kelas dan sepertinya adik-adik kita yang seusia dengan si adik berbaju pink itu juga sudah tampak bosan karena mereka kini berkumpul di pintu kelas dan asik sendiri dengan permainannya. Namun ketika saya lihat lebih ke dalam lagi, adik-adik kita yang sudah lebih besar masih fokus dengan film dan masih terlihat antusias. Hmm... mungkin adik-adik kecil kita belum mengerti dengan filmnya atau mungkin ingin bermain. Naluri anak-anak.
Kak Lani mulai memutarkan absensi untuk adik-adik kita saat film sudah berjalan setengahnya. Ada yang lucu, si adik berbaju pink tadi tiba-tiba kembali ke kelas dengan membawa jajanan yang entah apa namanya. Kak Puri yang sedang terkantuk-kantuk melihat apa yang ada di tangan si adik langsung mengatakan, “bagi dong!” saat si adik lewat di hadapannya. Dan dengan senang hati si adik membagi jajanannya untuk Kak Puri. Baik sekali ya adik kita ini. Satu orang membawa makanan, yang lain pun ingin membeli makanan. Maka adik-adik kita dengan bergiliran keluar kelas untuk membeli makanan walaupun sebelumnya beberapa dari mereka sempat dihadang oleh Kak Monic dan diberi beberapa pertanyaan yang dijawab dengan wajah yang lucu.
Kembali pada si adik berbaju pink yang sedang menikmati jajanannya di muka pintu. Tiba-tiba ada seekor ayam yang mendekatinya dan... hap! Si adik dengan reflek mengangkat kedua tangannya seperti penjahat yang tertangkap polisi kemudian terburu-buru masuk ke dalam kelas. Si ayam kecewa dan memakan sisa-sisa jajanan si adik berbaju pink tadi yang berserakan di lantai. Suasana kini benar-benar seperti berada di dalam bioskop: menonton film ditemani dengan makanan dan minuman.
Fokus saya pada film kembali terpecah saat ada beberapa adik kita meneriakan kata, “hiii...” seperti koor pada paduan suara. Saat saya menoleh ke sumber suara, adik-adik kita hanya terdiam dan mengeluarkan senyum simpulnya yang selalu membuat saya rindu. Dan hari itu saya kembali menemukan hal yang unik dari Sekolah Kita, seorang adik bernama Rizky Maulana yang sedang berdiri di samping saya dan memainkan balon tiupnya. Lalu apa yang unik dari adik kita ini? Bukan, bukan caranya memecahkan balon tiupnya dengan cara menempelkan balon itu ke wajahnya seperti masker. Tapi saya dengar, jika ada yang bertanya siapa nama si asik ini maka dia akan menjawab, “Munir”. Ternyata ada Si Munir Junior di Sekolah Kita!
Pemutaran film selesai! Tiga film pendek dan satu film utama pilihan Kak Jona untuk adik-adik kita karena tema anak-anak yang kuat lalu porsi action yang banyak serta ceritanya yang berbau komedi. Adik-adik diberi tugas untuk membentuk enam kelompok beranggotakan sepuluh orang untuk membuat cerita seperti pada film yang diputar sebelumnya. Saya lihat adik-adik kita cukup bingung dengan tugasnya, semoga dapat mengerjakannya dengan baik ya adik-adik! Semangat!
Selesai, lalu pulang? Tidak! Ada bingkisan dari Kak Kirana yang menunggu adik-adik kita. Adik-adik diminta untuk berbaris seperti saat upacara bendera dan kakak-kakak kita membagikannya satu persatu. Itu adalah salah satu momen yang sukses meraih perhatian kakak-kakak fotografer untuk jeprat-jepret. Blitz! Blitz! Senyum itu harus diabadikan. Kakak-kakak kita berpesan agar adik-adik kita semakin rajin belajar apalagi setelah mendapat bingkisan dari Kak Kirana. Sekali lagi, terima kasih Kak Kirana!
Adik-adik kita pulang ke rumah masing-masing seusai acara hari itu, dan kehadiran adik-adik digantikan oleh kehadiran Pak RW di hadapan kami. Pak RW menyempatkan waktunya untuk datang menemui kami dan berterimakasih atas kebersediaan kami mengajar adik-adik di Rumpin. Untuk saya pribadi dan mungkin juga untuk kakak-kakak yang lain adalah sanjungan karena sesungguhnya apa yang kami lakukan tidaklah seberapa dibanding apa yang kami dapatkan dari tempat itu. Sebelum kami pulang, Kak Ana sebagai Kakak Pengayom—yang sudah tidak mau dipanggil Kepala Sekolah lagi—memberikan petuah-petuahnya agar keluarga kita semakin solid ke depannya.
Perjalanan pulang, jalan masih sama seperti saat keberangkatan. Masih banyak “jebakan-jebakan Batman” di sana yang berusaha kami hindari. Dan ada satu teriakan berbunyi, “Becek ya, Mbak? Kalo ga mau becek-becekan jangan ke sini. Kalo mau becek-becekan ke sini aja terus. Mau digendong ga, Mbak?”. Maaf Bapak-bapak berseragam yang amat sangat saya hormati, bukan maksud saya tidak menghargai “peringatan dan niat baik” Anda, tapi saya masih mempunyai dua kaki yang cukup kokoh untuk menemani saya berjalan mencari kebahagiaan yang sesungguhnya. Salam damai, Pak! Saya pasti kembali. Karena saya percaya ketika banyak kekecewaan berkumpul menjadi satu, bukan hanya kerusuhan yang dapat terjadi tetapi juga sebuah tekad yang kuat yang dapat memotivasi kita untuk melakukan sebuah PERUBAHAN.
“Bahagia itu sederhana, sesederhana Sekolah Kita dan adik-adik kita.”
“Semangatmu dan semangat mereka adalah semangatku!”

You Might Also Like

0 komentar

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer