Enggak seperti kebanyakan orang, aku seringkali bilang bahwa masa SMA-ku biasa saja jika dilihat dari segi pergaulan ataupun percintaan. Iya, aku enggak pernah mengaminkan anggapan mereka yang bilang bahwa masa tersebut adalah masa yang paling indah. Mungkin, karena dulu aku terlalu cupu di sekolah hahaha.
Namun, si cupu ini punya pengalaman yang cukup menyenangkan. Bermula dari masa orientasi siswa yang diakhiri dengan serangkaian demo ekskul di dalamnya, aku menemukan sesuatu yang sangat menarik perhatian. Sesuatu yang, aku rasa, bisa membantuku untuk melengkapi kebisaanku di kala itu. Yap, kelompok ekskul Karya Ilmiah Remaja.
Kalau yang ada di dalam bayangan kamu tentang kelompok tersebut adalah berurusan dengan cairan-cairan yang berbahaya, kamu salah. Selain belajar tata cara menulis yang baik dan benar, kami juga diajarkan cara asyik mengolah sampah untuk jadi sesuatu yang jauh lebih berharga. Well, inilah mengapa aku sangat menyukainya.
Sedari aku masih sekolah dasar, aku seringkali menonton tayangan di TV tentang cerita-cerita pengusaha yang mengagumkan. Menariknya, banyak dari mereka yang mengaku tidak bersekolah. Namun, produk-produk yang dihasilkan bisa merambah mancanegara. Luar biasa, kan? Sejak saat itu, aku berpikir, kalau bisa sukses lewat jalan akademik dan kreatif, kenapa harus memilih salah satunya aja sih?
Perihal akademik, jalanku selalu mulus. Kecuali soal skripsi, ya. Yang itu, sih, karena memang akunya aja yang malas mengerjakan hehehe. Nah kalau soal kreativitasnya gimana? Sejak kecil sudah suka membuat mainan sendiri, tapi masuknya aku ke kelompok ekskul Karya Ilmiah Remaja ini adalah jalan yang jauh lebih baik dan menyenangkan karena aku enggak belajar untuk jadi pribadi yang kreatif seorang diri.
Duh, jadi ingat pembimbing ekskul kami yang sudah meninggal. Semoga bahagia di sisi-Nya ya, Pak.
Selepas SMA, aku sempat bergabung dengan komunitas Sekolah Kita Rumpin. Awalnya, sih, hanya sebagai jurnalis karena memang aku suka sekali menulis. Lama-lama, mulailah merangkap mengisi posisi sekretaris. Sampai pada akhirnya ada kelas baru yang membuatku memiliki hasrat untuk menjadi guru yang mengajar dan mendampingi, ialah kelas kreatif.
Beberapa ceritanya sempat aku tuliskan di blog ini, seperti kelas celengan dan membuat bingkai dari majalah bekas. Semuanya begitu menyenangkan. Bahagia sekali bisa mengajak anak-anak untuk memanfaatkan barang-barang yang ada di sekitar mereka menjadi sesuatu yang baru dan bernilai jual sekaligus mengurangi jumlah sampah.
Memangnya, sepenting apa sih mengurangi jumlah sampah?
Sebagaimana kita tau, ya, bahwa sampah (terutama sampah plastik) sudah benar-benar mengkhawatirkan jumlahnya. Di Indonesia sendiri, merujuk pada data yang dikeluarkan oleh Asosiasi Industri Sampah Plastik (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS), sampah plastic di Indonesia sudah mencapai 64 juta ton per tahun dan sebanyak 24% sampahnya masih tidak dikelola. Miris, ya?
Dengan keadaan yang semakin memprihatinkan tersebut, akhirnya Bukalapak berkolaborasi dengan Wewo (Weekend Workshop) membuat acara yang bertajuk “Trash to Treasure”.
Sebagai salah satu perusahaan teknologi terbesar di Indonesia yang menaruh perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan, Bukalapak mengajak seluruh masyarakat untuk mengurangi volume sampah dengan bijak dalam mengelola barang tidak terpakai dan sampah rumah tangga di Hari Peduli Sampah Nasional 21 Februari 2019. Acara ini juga dihadiri oleh idola masa kecilku, Tasya Kamila, selaku Duta Lingkungan Hidup yang membagikan wawasannya mengenai fenomena sampah di Indonesia.
“Sebagai Duta Lingkungan Hidup, tentunya saya mendukung Bukalapak dalam merangkul masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar dengan langkah kecil; mulai mengurangi penggunaan barang sekali pakai, memilah sampah untuk dikelola kembali, dan mencari cara kreatif untuk menambah nilai guna sampah dan barang tidak terpakai. Perubahan kultur dan perilaku masyarakat dalam mengelola sampah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penanganan sampah di tingkat hilir, yaitu berkurang angka timbunan sampah yang dibuang ke TPA,” jelas Tasya Kamila.
Untuk kamu yang suka sekali belanja online sepertiku, pasti kamu juga memiliki banyak sampah plastik bekas bungkus pengiriman barang. Entah itu kantung kresek ataupun bubble wrap. Wah, di rumahku ada banyak sekali dan masih rapi aku simpan. Setelah mengikuti acara Trash to Treasure, aku jadi tau akan kuapakan sampah-sampah platik yang sudah kukumpulkan tersebut.
Pernah enggak, sih, kamu membuat suatu barang dari bungkus-bungkus plastik yang kamu punya? Aku pernah sewaktu bergabung di kelompok Karya Ilmiah Remaja. Namun, yang kugunakan adalah sampah sisa bungkus produk. Kalau mengolah kantung kresek dan bubble wrap bagaimana, ya? ya, tunggu di tulisan selanjutnya aja, ya! hehehe.
Kami lagi mau bikin apa, hayo? |
Yuk, mari olah sampah yang ada di sekitar kita agar bumi yang kita sayangi bisa tetap lestari sampai anak cucu kita besar nanti!
Tabik!
Pertiwi