Menuai Tanpa Batas | Your Favorite Devil's Advocate
article

Menuai Tanpa Batas

Kamis, Maret 24, 2016

Menuai Tanpa Batas


Live your life with passion.”

Tahun 2011 lalu, beberapa siswi SMA yang masih berseragam putih-abu turun dari angkutan berwarna oranye-biru di depan sebuah toko buku terbesar di kawasan Asia Tenggara. Para maniak jajan-buku-habis-ulangan-fisika-biar-bahagia ini sudah tau benar tujuan masing-masing. Ada yang singgah di rak komik, ada yang memfokuskan tujuan pada rak novel teenlit, dan ada yang sebentar-sebentar membuka buku di rak sastra lalu pindah ke rak pengembangan diri.

Seperti biasa, mereka nikmat dengan kegiatan masing-masing. Alat komunikasi hanya akan dikeluarkan ketika mereka menyadari senja sudah menjemput untuk kembali ke peraduan. Ya, hanya untuk mencari tahu keberadaan yang lainnya, lalu pulang bersama. Sesederhana itu bahagia yang mereka dapatkan. Menenteng kantong plastik berwarna putih yang berisi buku-buku baru yang siap dilahap.

Satu dari mereka sudah mulai jatuh cinta. Ya, pada satu kalimat yang ditemukannya di surganya sebelum senja.

___

Setelah lepas dari masa modern yang kental dengan westernisasi, kita telah masuk pada era baru post-modernisme. Di sinilah masa di mana banyak pertanyaan menjelajahi pikiran kita. Itulah nantinya yang akan membedakan kita dengan orang-orang di masa lalu. Yang hanya “menerima” tanpa mempertanyakan.

“Kenapa lo pilih jurusan Biologi?”

“Karena gak suka matematika.”

Di lain kesempatan.

“Kenapa milih jurusan Fisika?”

“Yang peminatnya dikit aja.”

Kesempatan lainnya.

“Kenapa Manajemen Pendidikan?”

“Soalnya kakak gue dulu lulusan situ, gue ngikut aja.”

Lagi.

“Kenapa pilih Pendidikan Luar Biasa?”

“Disuruh orangtua gue, padahal gue maunya…”

Well, siapa lagi yang akan menghidup-hidupi hidupmu kalau bukan kamu sendiri? Oke, yang udah dari zaman baheula suka mampir ke blog ini pasti gak akan asing dengan pertanyaan tersebut. Iya, itu adalah kutipan dari sebuah buku yang judulnya sudah membuka tulisan ini, ditulis oleh Billif Abduh. Sampai saat ini, masih terlalu banyak orang yang gue temui dan menjawab serupa di atas saat gue menanyakan hal yang sama.


Kenapa?

Kenapa bukan jawab, “Karena passion gue di sini”?

Beberapa waktu lalu, gue sempat bawa ijazah SMA ke kampus. Beberapa teman melihat nilai-nilai gue, terutama nilai UN yang paling disoroti. Dan voalaaaa, mereka terkejut!

“Gila, Tiw, pelajaran IPA lo 9 semua, bahasa lo cuma 7, kenapa lo masuk sastra Indonesia?”

Lagi dan lagi. Sangat gak asing dengan pertanyaan demikian. “Emang gue pengin masuk sastra Indonesia, ada yang salah?”

Diam.

Empat tahun bukan waktu yang sedikit. Ya, dan gue gak akan mau kejebak sama hal yang lebih pelik dari nyari duit sendiri. Maka itu, saat gue udah tau passion gue di mana, gue akan lari sekencang yang gue bisa buat sampai. Capek? Pasti pernah. Namanya juga lari, tapi bukan berarti berhenti. Karena sekali berhenti, posisi gue bisa dibalap sama yang lain. Gak mau.

Menuai Tanpa Batas


Gimana, sih, cara tau passion kita ada di mana?

Ini pertanyaan yang sangat umum. Dan kalau buat gue pribadi, jawabannya cuma: jangan batasi diri, coba segala hal. Jangan takut gagal, gak ada yang buruk dari mencoba hal yang—mungkin—sangat baru sekali pun. Untuk bisa raih passion dan berada di garda depan, jelas kita gak boleh lelah melangkah. Ya, karena sudah sangat jelas, berhenti itu gak akan membawa kita ke mana-mana. Gak mau gerak? Ya, jangan ngeluh kalo kalian masih ada di tempat yang sama.


  • Berani bermimpi

Siapa yang setuju kalau mimpi itu penting? Zaman SMP-SMA, gue sering banget bilang, “Orang hidup gak punya mimpi, mah, mati aja.” Okey, ini efek baca Laskar Pelangi, hahaha! Tapi buat gue, mimpi memang penting. Karena buat gue pribadi, mimpi-mimpi gue yang secara langsung maupun gak langsung nuntun gue buat terus jalan, terus maju, setapak demi setapak. Walaupun belum bisa dikatakan berada di posisi berhasil, setidaknya, dengan adanya mimpi bisa membuat gue—dan tentunya kita semua—menjadi jauh lebih semangat untuk menggapainya.

  • Mulai melangkah

Yap, seperti yang udah gue singgung terlebih dahulu, kita gak akan sampai pada titik mana pun kalau kita gak mau mencoba dan melangkah. Contoh kasusnya, Tono dan Tini sama-sama punya mimpi untuk menjadi pengusaha sukses. Tono sangat asyik membayangkan apa yang akan didapatkannya nanti ketika dewasa atas kesuksesannya menjadi pengusaha. Sementara Tini sudah mulai berjualan pulsa untuk memenuhi hasrat remaja kekinian dan membuka peluang untuk dirinya sendiri. Siapa yang akan lebih dulu mencapai apa yang dimimpikan? Jelas, dia yang lebih dulu mulai melangkah. Gak apa hanya maju satu mili dari tempat semula, setidaknya kita sudah maju, kan?

  • Mencoba lebih banyak

Ini bagian yang paling gue suka. Mencoba. Bereksperimen. Berkarya. Well, kita gak akan pernah tau gue-bisa-apa-aja-sebenernya kalau kita gak mau mencoba untuk melakukan hal-hal lain dari yang biasa kita lakukan. Duh, sayang lho kalau passion dibiarkan mengendap tanpa diasah gitu aja. Padahal, itu anugerah Tuhan yang mestinya kita temukan, asah, dan gunakan. Ya, kan? Menuai tanpa batas, lakukan semua yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan diri kita yang sebenarnya. Lampaui mereka yang hanya diam dan berpangku tangan.

  • Hadapi rintangan

Jalan Tuhan memang gak melulu mulus. Kalau kita menemui kerikil, lubang, atau hantaman apa pun di jalan, jangan mengeluh, jangan menyerah. Percaya gak, sih, dengan adanya tantangan begitu berarti Tuhan percaya kalau kita adalah hamba yang kuat? Nah, Tuhan kan gak pernah salah, maka jadilah hamba yang kuat. Posisi nikmat yang kita dapat nantinya setelah lulus uji rintangan dari Tuhan pasti rasanya akan lebih dan lebih melegakan. Buktikan, yuk!

  • Jangan takut dengan jalan buntu

Seringkali kita berpikir bahwa kita salah memilih, atau tanpa sengaja masuk pada situasi yang bukan-passion-gue-banget. Seringkali pula kita merasa bahwa kita gak akan sampai di mana pun karena itu bukan jalan yang benar, jalan buntu. Sederhananya, seperti kasus merasa salah jurusan. Banyak, kan, yang gini? Beberapa teman gue malas masuk kuliah karena ini. Padahal, yang milih jurusan siapa? Kok ngerasa salah? Ehehe. Ketika kita udah milih, gue rasa di dalamnya ada ketertarikan tersendiri, dan mungkin tanpa disadari ada passion lain yang mesti digali. Jadi, jangan takut. Nyebur, ya, berenang sekalian. Jangan mau ternggelam.


Fenomena “gue belum tau passion gue di mana” dan “gue salah jurusan” bukan lagi menjadi perihal yang asing. Seperti yang gue bilang, kita sudah lepas dari masa modern dan masuk ke era post-modern, masa iya dari zaman ke zaman mau tetap nerima gitu aja tanpa mempertanyakan dulu ke dalam diri kita? Gue selalu percaya, gak ada yang mustahil di dunia ini selama manusia mau berusaha dan berdoa. Semua manusia pasti berhasil dengan segala yang diimpikannya, tapi tingkat keberhasilannya itu yang mungkin berbeda. Ya, pastinya sesuai dengan usaha yang telah dijalankan sebelumnya.

Suatu hal yang kita anggap salah, akan tetap jadi salah. Kalau kita bisa membuat yang salah jadi benar, kenapa kita harus tetap membiarkan hal itu tetap salah?





Salam,




Pertiwi

You Might Also Like

64 komentar

  1. Aku masuk teknik sipil karena emang kemauanku sih... emm... opsi kedua setelah gagal di Geodesi tentunya. Tapi sejauh ini aku nikmati aja. Nggak ada paksaan dalam kuliah, nggak ada ikut-ikutan atau apa. Ya, gini deh :'

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus, Feb, bagus! Manusia diciptakan untuk menang dari keadaan. Jadi, usahakan selalu positif supaya bisa selalu menang ehehehe

      Hapus
    2. wah kang Febri gagal masuk Geodesi ya? kebetulan jelek-jelek gini saya alumni Geodesi Itenas - bandung loch....hehehe...#blagu
      di Sipil juga okeh kok

      Hapus
    3. Bawah komen ini juga anak sipil, nih wkwkwk

      Hapus
  2. Menggebu-abu sekali nulisnya. Kurang aja nyontohin Tini dan Tono, kurang Tene atau Tana eh Tene aja sih tambahin. Hehe. Pas bgt nih tulisannya buat orang yg lagi stuck ngerasa gak punya mimpi atau mimpinya direbut. Apa melawan adalah jalan satu2nya tuk rebut mimpi kita? Aku rasa tidak. Strategi berlari kencang kurang tepat, asyik mah 'berlari bersama' sungguh mengenakan. Sukses bareng. Asyik asyik. Hehe... Semangat Tiw, terus menginspirasi terus berlari dan jangan lupa lompat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wait, wait, mimpi kok direbut? Ehehehe kayaknya semua orang berhak memiliki mimpinya sendiri. Dan kemungkinan dari samanya mimpi itu bukan hal yang mustahil. Hanya saja, setiap orang punya jalan dan cara yang berbeda dalam pencapaiannya. Nah, daripada ribet ngerasa mimpinya direbut, ada baiknya tanya ke diri kita sendiri dulu, "Gue udah jalan sampe mana? Kok dia lebih cepet sampe?" Hehehe.

      Aamiin. SemangART terus juga, Kak! :)

      Hapus
  3. Ini gue beberaoa kali mampir ke blog ini. Suka sama bahasanya. Selalu ada ilmu tiap main kesini. Enak punya teman kayak gini, enak diajak curhat.

    Ngomongin passion, gue setuju untuk mencoba lebih banyak. Ini juga bagian favorit gue. Kalo jurusan kuliah, karena jurusannya rekomen dari Om, bukan passion gue. Sekarang gue nyesal. Malah di dua semester awal gue selalu kena SP, gegara malas. Tapi sekarang udah menikmati. Mau gak mau emang harus dinikmati sih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga bisa lebih sering mampir ya, Mas Üben hehehe kalau mau curhat juga boleh kontak email.

      Nah, itu dia makanya aku selalu pro "milih sendiri aja biar kalo salah gak nyalahin orang lain". Semoga sukses, ya! Semangat!

      Hapus
  4. Aaaaakh tulisan ini membuat aku bangkit lagi untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang pernah aku bayangkan dulu. Bener banget kalau tidak melangkah dan berbuat mimpi yang kita inginkan nggak akan terwujud begitupun sebaliknya kalau kita rajin berusaha, ikhtiar dan berdo'a insha Alloh hasil tidak akan mengkhianati proses. Thanks yaa pertiwi :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ihihihi semangat terus ya, Wid. Semoga apa yang kamu mimpikan bisa segera diwujudkan. Aamiin. Sama-sama, semoga bermanfaat. :)

      Hapus
  5. Ketika kita udah milih, gue rasa di dalamnya ada ketertarikan tersendiri, dan mungkin tanpa disadari ada passion lain yang mesti digali.

    Yups awalnya milih karena suka dan kemampuanku gak begitu, jadi dimana passion ku ya?

    (oh) mungkin karena memang kurang digali.
    Terjawabkan rasanya. Timaaci katiwii.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan mudah lelah menggali ya, Maica. Semoga sukses jadi penata riasan yang ketje :*

      Hapus
  6. Beberapa waktu lalu aku pernah mampir ke blog ini dan sempat membaca beberapa postingan. Tulisan-tulisannya bagus dan selalu menginspirasi, Mbak :')

    Ceritanya hampir mirip sama ceritaku juga sih, sering ditanya "kenapa masuk Sastra, kenapa gak masuk blahblah aja?" Jawabannya ya karena sastra itu sudah menjadi passion, aku milih sastra karena memang kemauanku sendiri. Heheu *curhat dikit*

    Setuju banget sama setiap poin yang menyangkut dengan cara mengetahui passion. Harus berani bermimpi dan berani mencoba hal-hal baru, walaupun ada banyak rintangan tapi pasti selalu ada jalan. Semangat !! Ahay~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaa kamu sastra juga? Waaaaaaa! Sastra itu menyenangkan, mempelajari kehidupan. Mereka yang gak tau mah cuma bisa nanya, "Kenapa masuk sastra?" doang hahaha.

      Semoga makin sering mampir, ya. Semoga bisa terus dapat sesuatu dari yang ditulis di sini. Aamiin. Makasih loh apresiasinya bikin aku semangat hehehe. Kamu juga semangat terus, ya! :D

      Hapus
  7. Setelah lulus SMA, laki-laki itu memutuskan masuk ke Perguruan Tinggi. di Unseod Purwokerto, dia ngambil jurusan hukum. Di UGM, dia ngambil jurusan Ekonomi.

    Namun, tidak ada satupun jurusan yang dipilihnya kelar hingga bergelar sarjana.

    Malah, hal remeh-temeh seperti Ronggeng Dukuh Paruk lah yang membuatnya menjadi Maestro Sastra.

    Dialah....Ahmad Tohari.

    Secara saya, Passion memang tidak begitu saja dapat kita temukan pada diri kita.

    Sebaliknya, mesti harus mengalami proses dalam menemukannya.
    Dan, Ahmad Tohari, menunjukan kepada saya bahwa dia hidup dengan "Live your life with passion...

    Harus bilang...you're writing style make ma go insane...
    Thanks Mbak Tiwi...

    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaaaah! Kang Sukman pembaca Ahmad Tohari juga? Aku suka beliau. Tulisannya identik dengan pedesaan. Apalagi RDP, sangat suka dengan caranya menceritakan tokoh perempuan di sana. Keren!

      Terima kasih banyak, lho, Kang Sukman. Semoga saya bisa menulis lebih baik lagi. Aamiin. :)

      Hapus
  8. Cerita Tiwi yang lebih memilih sastra hampir mirip kayak ceritaku cuma beda maksud ajaaah. Kalau Tiwi pilih sastra karena emang passion kalau ka gia pilih fisika karena mau keluar dari zona nyaman.

    Tiwi keren deh mau terus mengejar passion. Lanjutkan Nak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kujuga pernah bahas soal comfort zone di salah satu Link baca juga yang aku taruh di artikel ini. Ya, setiap orang memiliki pertimbangan atas apa yang dia pilih. Dan semestinya, gak harus ada penyesalan.

      Yha dong pasti selalu melanjutkan usaha meraih semua mimpi. Syemangaaaattttt!

      Hapus
  9. Cakep bneer dah tulisannya..

    Gak ada batasan buat nyoba.. Gak Takut gagal. Itu yg harus dipegang.. Bukan megang yg lain.

    BalasHapus
  10. Aku suka sama tulisannya.solutif. selalu bisa nemuin jalan disaat beberapa merasa udah buntu didepan. Tiwi kerennnn

    BalasHapus
  11. membaca tulisanmu, aku jadi ngerasa ada mimpi yang harus diwujudkan.
    ternyata ngeblog itu masih seru, nulis itu juga masih seru.

    terimakasih, mbak Yul..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayuk ngeblog lagi, MasBek hehehe sama-sama, ya :)

      Hapus
  12. Hai Pertiwi.. tulisanmu bagus banget. Duh.. ngomong2 soal passion, pada point "mencoba banyak hal"
    Maksudnya mencoba hal yang baru juga kan. Nah, kalo mencoba hal yang baru, bukannya nanti akan di kasih label "cepat bosan" oleh orang lain. Terutama orang terdekat kita. Inilah yang membuat diriku malas mencoba banyak hal.hmm..
    Padahal seru sih coba2 hal yang baru.

    aloha-bebe.com

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau konteksnya masih dalam masa pencarian, aku pikir wajar aja. Pun untuk semisal orang yang sudah mantap menemukan passion-nya. Ya, sekadar untuk variasi dalam hidup. Kalau aku, gak begitu mementingkan omongan orang, sih. Karena yang menghidup-hidupi hidupku kan aku, jadi semestinya aku yang paling tau hehehe semangat ya, MbakBel! :)

      Hapus
  13. Saya sendiri malah kebingungan cari passion hidup,,, kadang kala udah yakin tapi kadang - kadang terutama kalau udah lama suka malah bosan dengan apa yang sudah dijalani,, dan Saya berfikit mungkin ini bukan passion hidup Saya, padahal dari awal Saya yakin ini passion hidup Saya,,, kalau sekarangmah udah gak nyari2 passion lagi,, toh kalau itu memang bisa memberikan penghasilan buat kita yah jalani aja,,jadi sudah bukan passion tapi emang udah jadi kebutuhan, jadi itung2 mengembangkan bakat "bakat ku butuh" :D,,,
    Kalau masalah mencoba,, Saya sendiri udah sering mencoba banyak hal, dan gak ada satu halpun yang Saya anggap sebagai passion,, soalnya cepet bosan.... :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu mungkin belum ketemu aja sama passion-nya, Mas. Kalau udah passion, gak akan bosan pasti. Hehehe. Semangat, ya! :)

      Hapus
  14. Mungkin kalau dilihat dari latar pendidikan dan pekerjaanku sekarang, ini bukan passionku, mungkin dulu aku pilih kuliah di sana karena pingin nyari aman. Hehehe.. Cuman aku pun g nyesel. Lebih tepatnya nyobain semua aja. Buatku hebat tuh orang2 yg mendedikasikan hidupnya sesuai dengan passion. Kalau aku yah seperti tadi, cari amannya dulu, muehehehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya setiap orang punya pilihannya masing-masing. Selama gak menyesali itu, masih sah aja hehehe.

      Hapus
  15. Saya curiga emang di dunia ini yang nggak punya passion adalah kebanyakan ya, emang rada susah juga nemuin passion itu, intinya harus dari diri sendiri dulu tapi lingkungan juga cukup punya pengaruh... Dan setelah menemukan passion itu, SETUJU, kudu berani bermimpi, hadapi rintangan, kalau nemu jalan buntu mending loncat aja.. hehe :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan gak punya, cuma belum nemu aja hehehe semangat terus, ya! :)

      Hapus
  16. memang yang namanya pasion udah gak bisa ditawar lagi, jadinya trus maju pantang mundur demi menuai apa yang disebut pasion tadi tanpa limit tertentu.Pokoknya selalu berani mencoba terus dan pantang menyerah :)

    BalasHapus
  17. ngerasa ketampar baca ini Mbak.. -__-.. dulupun aku masuk ke IPA pas SMU, krn dipaksa papa.. padahal pas tes penentuan, aku udh mati2an sengaja bikin jelek IPA, dan bgsin IPS.. nilainya jelas IPS 9 semua, dan IPA 6 semua.. aku sengaja bgitu.. tapi pas papa tau aku dimasukin ke IPS, dia lgs dtg ke kepsek dan minta aku dipindahin.. ga tau papa ngomong apa ama tuh kepsek, sampe2 akhirnya aku beneran dipindahin -__-.

    hikmah yg aku ambil sih, anakku nnti ga bakal aku paksa utk ambil jurusan.. apapun yg dia mau asal sesuai ama passionnya, silahkan dijalani.. aku sbgi ortu ya hanya mendukung.. tau bgt rasanya kalo kita ngejalanin sesuatu tanpa passion

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu dia makanya aku termasuk orang yang berani nentang orangtua kalo soal pilihan hidup, soalnya gak mau salah dan gak pengin kalau gagal nyalahin orang lain. :)

      Hapus
  18. Sekarang tiwi tulisannya berat ya. Aku sebabgai bukan anak sastra jadi takut nih. Huehehehe. \:p/
    Sini main-main lagi tiw!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bahasamu di saiditsad lebih berat dari ini kayaknya, Di. Kujadi merasa anak sastra gagal :(
      Adi blognya gak bisa dikomen :/

      Hapus
  19. Gue sendiri bisa dibilang salah jurusan sih sekarang. Sejujurnya, passion gue sejak dulu dan sampai saat ini ya menulis. Sempet bingung juga dulu gue mau masuk SMA/SMK. Rencananya gue mau masuk SMA terus ngambil ilmu budaya bahasa. Tapi malah dijurusin ke SMK ngambil jurusan komputer. Gara-gara nyokap sering ngeliat gue sering main komputer (PADAHAL GUE CUMA MAIN GAME SAMA NULIS CERPEN DOANG!). But, ya akhirnya gue mengikuti kemauan orang tua sih masuk jurusan komputer. Anyway, ada manfaatnya sih gue masuk jurusan kayak gini. Gue jadi tau cara buat aplikasi/game. Tapi ya tetep aja gue masih nulis. Intinya, sampai saat ini gue masih tetep kukuh di passion gue : nulis. Mungkin kalau gue udah lulus kayaknya bakal masuk kuliah cepet-cepet ambil sastra kali ya. Huahahaha.

    By the way, thank you! Tulisannya menginspirasi gue banget! Sumpah!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu lo bisa nemu kesenangan di sana, berarti mungkin ada passion lo yang keselip di sana juga. Semangat, ya! Yang fokus. Kuliah masuk sastra bolehlah. Teman gue juga ada yang dari SMK kok. Mantan tukang las pas SMK malah. Entahlah itu jurusan apa. :p

      Hapus
  20. Ngomongin soal passion, terkadang perlu perenungan jauh lebih dalam. Misal "aku kalo besar mau jadi apa?" lha pertanyaan itulah yang kadang susah dijawab...

    saya lulusan Jurusan Ilmu Politik UNSOED, dan orang-orang pun banyak yang menyarankan saya untuk masuk ke dunia politik, khususnya masuk jadi anggota parpol. Tapi enggan sekali saya masuk ke dunia politik, yang ada malah lebih condong ke dunia sastra dan olahraga. Habisnya mau gimana ya, saya suka olahraga, suka baca buku, suka menulis (masih latihan), suka baca sastra apalagi tentang aforisma, saya suka. mungkin terdengar janggal, tapi mau gimana lagi? saya nyaman dan tidak jadi beban. Saya merasa melakukan semua itu seperti bermain. Btw dulu saya kuliah di ilmu politik pun gegara beasiswa bidik misi dapetnya di jurusan itu, bukan karena saya minat masuk ilmu politik haha

    Jadi menurut saya, passion itu merupakan suatu hal yang mana ketika kita melakukannya itu tidak jadi beban, justru terasa begitu menyenangkan. Atau jika itu termasuk pekerjaan, maka pekerjaan itu terasa seperti sedang bermain, bermain yang dibayar. Tak jadi beban, dan begitu menyenangkan :)))

    salam kenal ..
    sastraananta.blogspot.com :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bidikmisi bukannya hasil pilihan kita juga ya, Om? Aku juga sempat Bidikmisi waktu tahun 2012 hehehe

      Iya, betul. Hobi yang dibayar itu menyenangkan sekali. :)

      Hapus
  21. Kalo gue mulai sekarang-sekarang ini berani nyoba ke hal-hal lain, misal bikin-bikin video atau stand up. Emang bener, penting banget buat nyoba. Gagal gak masalah, selagi ada waktu buat mempelajarinya kembali. Hahaha, mumpung masih muda, masa-masanya mencoba :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Puas-puasin coba banyak hal selagi muda, Rob. Nanti tua tinggal nikmati hasil, itu pun kalau sempat jadi tua hehehe

      Hapus
  22. Balasan
    1. No comment tapi komen ya, Gung? Nice try hahaha
      Tjieee Pak Guru mau ngeblog lagi, nih? Azeeq~

      Hapus
  23. setuju sama kalimat sering mencoba lebih banyak dalam berekspetrimen, dan jangan takut dengan jalan buntu.

    BalasHapus
  24. lagi-lagi postingan yang inspirasional, bahahaha. pasti awalnya nostalgia banget tuh yak di bagian openingnya. jaman dulu teenlit emang lagi ngehits btw. kadang memang susah buat orang2 yang belum tau passion mereka dimana. kalau gue sih setuju banget salah satu kuncinya adalah "berani bermimpi", dan selanjutnya.. adalah bagaimana kita mempertanggungjawabkan kebranian kita dalam bermimpi itu. super sekali.

    BalasHapus
  25. berani bermimpi dan mewujudkannya :D

    BalasHapus
  26. Owww gitu. Jadi Pertiwi anak Sastra toh? Kelihatan kok, dari cara nulisnya. Beda banget sama yang emang cuman suka aja. Sama yang Suka dan Belajar.

    Yang paling bener menentukan Passion Menurut Pangeran adalah Jangan Membatasi Diri. Yoi, kalo udah belajar untuk membatasi apa yang menjadi rasa ingin tau. Percaya aja, hidupnya gak bakalan nyaman. Pasti di waktu tertentu kebayang2. "Kok kemaren gue gak ngambil itu ya.. Kok gue gak ikut itu aja, ya.. Udah template banget hidup ini kalo pola pikir gak segera diubah.

    Tamatan IPA (sama dengan Pangeran) yang mengispirasi banyak blogger dengan masuk ke dunia Sastra. Selamat...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Duh Pangeran, terima kasih, ya. Terus semangat! :)

      Hapus
  27. Salut sama anak muda yangsudah mantap memilih passion-nya. Pasti selalu semangat dalam kuliah karena sejak awal sudahpunya keyakinan :)

    BalasHapus
  28. yang terpenting dari itu semua, jangan pernah takut gagal. karena setiap orang pasti pernah dan akan mengalami kegagalan dalam hidupnya

    BalasHapus
  29. Aku punya banyak kecenderungan nih, tapi aku menikmati banget proses nulis, bikin suatu barang (macam DIY di YouTube) dan design. Masih mau menggali karena belum 'puas' di titik ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus! Lanjutkan semangat yang gak pernah puas itu!

      Hapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer