14 Keping Piringan Hitam #1 | Your Favorite Devil's Advocate
poem

14 Keping Piringan Hitam #1

Kamis, Desember 26, 2013

Lagi. Dalam selembar surat malu-malu yang sampai di tangkanku, kamu mengungkap isi hatimu. Kembali mengawinkan ketakjuban dan keheranan dalam diriku. Kamu memang tetap kamu, kamu yang terlalu angkuh untuk berada di bawahku. Ya, nyatanya kamu selalu menggilai hormat dari mereka yang harusnya ditujukan padaku. Kamu tahu, aku tahu, ini bukan saat yang tepat untuk membicarakan rasa itu. Kamu, tulisanmu, suratmu, berakhir sama dengan kumpulan sampah yang tak berharga di sana.

Kini sendu mengisi harimu, mengoyak cemburu yang perlahan mengisi jejak-jejak bisu. Kamu bertaruh untuk aku dan ketidakjelasan rasaku akan kamu. Bawah dagumu, lehermu, saksi bisu kepahlawananmu atas apa yang samar terbelenggu. Entah, namun kamu dan egomu yang terlalu memang selalu menjadi sasaran empuk akan kemunafikan saat itu.

Kemudian kamu menjebak aku, dalam ruang bisu yang di dalamnya hanya ada aku dan kamu. Riak-riak keingintahuan menggema dari jendela itu, menyembulkan satu persatu kepala-kepala yang tak sabar mengumbar cerita tentang aku dan kamu. Kita memang pasangan yang selalu memuncakkan rasa ingin tahu, sepertinya. Tapi, aku tetap aku. Masih belum waktunya untuk membuka hati hanya karena sesaatnya sebuah emosi.

Photo source : Google

Kamu genggam tanganku, yakinkan aku akan rasa yang kau bilang tulus. Lalu apa? Tak juga mampu, bukan, untuk memenangkan hatiku? Aku tak semudah itu, nyatanya. Setelah itu kamu manjakan aku, berusaha membuat es itu luluh. Ah, kamu cukup lihai memainkan itu. Iya, aku tergoda untuk mengiyakan pertanyaanmu.

Namun, kurasa sembilu tetap saja mengiringi aku. Kita terpisah jauh demi kelangsungan pendidikan yang kita mau. Suatu hari aku temui kamu: bersamanya. Dengan hanya melempar sebuah senyum tanpa kata, kamu melewatkan aku dan pergi bersamanya. Oh, hanya sebatas itu rasamu yang kau bilang indah? Ah, aku tak percaya.

Sejak kali itu kita diam tanpa kata. Hubungan itu pun otomatis berakhir tanpa diminta. Kurasa, sudah jelas semuanya. Jujur saja, melupakan bayangmu adalah luka. Namun, aku tahu bahwa aku bisa. Iya, walaupun dengan waktu yang cukup lama. Hm... sangat lama. Terima kasih untuk segalanya. Luka di lehermu itu tak akan kulupa.



Inspired by: AWM

You Might Also Like

16 komentar

  1. Sepertinya twit =» RT @prtiwiyuliana Aku sayang kamu. Kamu sayang dia. Ya, seengganya kita sama-sama sayang. #eeeh #salahquote @Warung_Blogger -_-"

    BalasHapus
  2. Wihi akhirnya update lagi. Ini dari hati ya, wi?

    BalasHapus
  3. Si Tiwtiw tulisan berat mulu, seberat tronton, otak gue nggak sampe -..-

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. Om Yandhi, sebutannya gak enak banget -____-

      Hapus
  5. Wuih.... Kata-katanya super sekali. *Tepuk tangan*

    BalasHapus

Kesalahan orang-orang pandai ialah menganggap yang lain bodoh, dan kesalahan orang-orang bodoh ialah menganggap orang lain pandai. - Pramoedya Ananta Toer